Senin, 14 November 2016

Kenali Apoteker (Part 4) Apoteker dan Kosmetik

Kenali Apoteker (part 4)
Kosmetik dan Apoteker

Tau kan kosmetik itu apa?

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/MenKes/Permenkes/1998
“kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit”

Terkadang seseorang menganggap dirinya 'natural tanpa kosmetik'. Tapi saya yakin hampir semua orang setiap hari menggunakan kosmetik, tak terkecuali laki-laki. Dari definisi kosmetik, kita tahu bahwa kosmetik bukan hanya bedak, lipstik, maskara, eyeliner, eyeshadow atau blush on. Tetapi shampo, sabun dan pasta gigi juga merupakan kosmetik. Beberapa orang masih belum bisa membedakan antara kosmetik dan alat make-up.

Lalu, siapa yang membuat dan memproduksi kosmetik? Pernah mendengar pernyataan tentang 'sedang perawatan krim dokter'. Atau pernah mendengar bahwa pembuat krim wajah adalah Apoteker? Pernah tau kalau anak Teknik Kimia yang buat kosmetik?

Mungkin sebagian orang pernah mendenger tentang dokter dan teknik kimia membuat kosmetik. Tapi Apoteker? Apa hubungannya kosmetik dengan Apoteker? Bukankah Apoteker adalah ahli obat? Bahkan apoteker terlalu identik dengan Apotek(ker). Iya, Apoteker memang ahli obat. Tapi tanggungjawab Apoteker bukan hanya tentang obat.

Pengertian Sediaan Farmasi menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (selanjutnya UU Kesehatan) Sedian farmasi adalah OBAT, BAHAN OBAT, OBAT TRADISIONAL dan KOSMETIKA.

Farmasis (Apoteker) itu bukan cuman menjual dan mendistribusikan obat yang kita minum. Tapi Apoteker juga lah yang MEMBUAT, MEMPRODUKSI, MENGEMBANGKAN dan MENGAWASI produk farmasi lainnya, termasuk kosmetik.

Kembali ke kosmetik. Selain memproduksi kosmetik seperti pasta gigi, sabun, shampo dan lain sebagainya, apoteker juga meracik krim wajah. Krim wajah racikan Apoteker biasanya hanya akan didapatkan di sebuah klinik kecantikan resmi atau produk dengan sertifikasi BPOM yang pastinya aman untuk digunakan. Ketika seseorang berkonsultasi dengan tenaga medis kesehatan mengenai perawatan kulit yang sesuai untuk kulitnya, krim perawatan yang diberikan tentunya racikan Apoteker yang memang sesuai dengan jenis dan tipe kulit yang dimiliki, sehingga nantinya efek yang tidak diinginkan semakin diminimalisir. Karena tiap individu memiliki jenis dan tipe kulit yang berbeda-beda sehingga jenis krim perawatannya pun berbeda pula. Krim perawatan yang dibuat oleh tenaga Apoteker professional menggunakan bahan-bahan dan formula yang sesuai dan berdasarkan kebutuhan konsumen.

Nah, jadi tugas dan tanggungjawab Apoteker lebih dari itu. Yuk kenali Apoteker. Maka kamu akan menemukan sisi kerennya Apoteker. 😆😆😆
Semoga Manfaat.
DWI ISMAYATI
14 November 2016

Rabu, 19 Oktober 2016

Kenali Apoteker (Part 3) Perbandingan Pendidikan Apoteker di Negara Lain

Pada tulisan sebelumnya saya sudah menjelaskan mengenai Pendidikan Profesi Apoteker di Indonesia. Lalu, bagaimana dengan pendidikan Profesi Apoteker di Negara Lain?

Apoteker atau biasa disebut Pharmacist menempuh lama pendidikan berbeda-beda di tiap negara.

Pendidikan profesi di Amerika dikenal dengan program Doktor Farmasi (PharmD.). Sebelum mengikuti program ini peserta harus sudah lulus program pra-farmasi yang berlangsung selama 2 tahun atau menyelesaikan program bachelor dalam bidang farmasi. Program doktor farmasi berlangsung selama 4 tahun yang terdiri dari perkuliahan dan kerja praktek. Pada tahun pertama hingga tahun ke tiga berisi kuliah sedangkan tahun ke empatnya diisi sepenuhnya dengan kerja praktek lanjut yang dibagi dalam tiga semester (gugur, semi dan panas) dengan beban 36 Sks. Setelah selesai masih harus mengikuti ujian sertifikasi.

Lama pendidikan apoteker di Inggris adalah empat tahun ditambah dengan program preregistrasi yang berlangsung selama satu tahun. Untuk menjalankan layanan kefarmasian apoteker harus mendapatkan lisensi dari the Royal Pharmaceutical Society.

Di Australia lulusan program sarjana farmasi yang memerlukan waktu empat tahun wajib mengikuti kerja praktek yang disupervisi di rumah sakit atau apotek selama 2000 jam atau satu tahun. Setelah selesai kerja praktek mereka harus mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh APEC (Australian Pharmaceutical Examination Council). Materi ujian terdiri dari ujian tertulis pilihan berganda sebanyak 100 soal, 8 soal urain yang harus diselesaikan dalam 3 jam dan wawancara. Peserta ujian yang lulus mendapat sertifikat dan dapat bekerja di apotek atau rumah sakit sebagai apoteker. Sedangkan yang gagal dapat mengikuti ujian lagi pada periode berikutnya. Ketentuan ini berlaku sejak 1 Januari 2006, sedangkan sebelumnya peserta harus mengikuti kerja praktek lagi selama periode tertentu.

Pendidikan profesi apoteker di Belanda berlangsung selama tiga tahun yang terdiri dari 180 sks Eropa (1 sks= 0,7 minggu). Kegiatannya terdiri dari perkuliahan, pembekalan praktis, projek kecil dan penulisan tesis, dan magang di apotek dan di rumah sakit masing-masing 2,5 bulan. Selama magang di rumah sakit ada kegiatan bersama dengan mahasiswa kedokteran. Lulusan program profesi apoteker di Belanda ini adalah Magister Farmasi yang setara dengan PharmD di Amerika.

Mulai tahun 1957, pendidikan farmasi di Thailand berlangsung selama 5 tahun dan lulusannya menjadiBSc.Pharm. Sertifikat profesional diberikan langsung ketika sarjana farmasi tersebut mengajukan permohonan. Keseluruhan program terdiri dari 188 sks dengan ketentuan 1 sks sama dengan 15 x 1 jam kegiatan akademik, ditambah dengan 500 jam kegiatan magang profesional. Subspesialisasi terdiri dari
farmasi rumahsakit dan klinik, farmasi komunitas dan administrasi, farmasi kesehatan masyarakat, teknologi farmasi, dan farmasi risert dan pengembangan. Kecenderungan sekarang mengikuti sistem pendidikan profesi farmasi di Amerika, yaitu farmasi klinik dan dokter farmasi {Doctor of Pharmacy (Pharm.D)}. Adapun lama pendidikannya adalah 6 tahun.

Pendidikan profesi di Malaysia tidak ada. Sarjana farmasi wajib bekerja selama tiga tahun di pemerintah kerajaan baru dapat mengajukan ijin untuk membuka praktek layanan kefarmasian secara mandiri.

Nah, itu beberapa informasi mengenai Pendidikan Profesi Apoteker di Negara Lain. Semoga manfaat 😊😊

19 Oktober 2016
Dwi Ismayati

Kenali Apoteker (Part 2) Bagaimana pendidikan Apoteker - di Indonesia

Setelah membahas tentang sejarah Apoteker dan perbedaannya dengan Dokter. Kali ini saya ingin memperkenalkan Apoteker lebih lanjut.


Sesuai dengan Peraturan Peraturan Pemerintah RI No.51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, disebutkan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apa itu sediaan farmasi?

Menurut pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan (selanjutnya UU Kesehatan) Sediaan Farmasi adalah Obat, Bahan Obat, Obat Tradisional, dan Kosmetika. Lalu, apa perbedaan antara Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian? Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai sarjana farmasi, melanjutkan pendidikan untuk profesi apoteker, dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi/Asisten Apoteker (D3 farmasi) , Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi (SMK Farmasi).

Apoteker dikenal sebagai drug expert yang artinya ahli obat. Untuk menjadi ahli obat. Seorang farmasis tidak main-main dalam hal penentuan obat yang tepat untuk pasien karena menyangkut kehidupan bahkan nyawa pasien. Untuk itu, selama menempuh pendidikan pun seorang apoteker diharuskan untuk teliti.

Seperti yang telah dijelaskan pada tulisan saya sebelumnya bahwa di Indonesia lama pendidikan untuk menjadi Apoteker normalnya adalah 4 tahun (sarjana farmasi) ditambah 1 tahun (profesi apoteker) yang dibagi menjadi 2 semester, dimana selama 1 semester pertama digunakan untuk kuliah menghabiskan teori dan 1 semester selanjutnya untuk PKPA. Sedangkan di luar negeri lama pendidikan apoteker berbeda-beda. Ada yang menetapkan 4 tahun
+ 2 tahun, belum lagi wajib pengabdiannya. *lama pendidikan apoteker luar negeri saya jelaskan di tulisan berikutnya ga 😊

Di Indonesi, tidak semua lulusan farmasi wajib melanjutkan Profesi Apoteker. Boleh hanya sampai sarjana saja sudah boleh bekerja menjadi tenga teknis kefarmasian. Selain itu ada beberapa rekan sejawat saya yang tidak melanjutkan profesi apoteker tetapi justru melanjutkan pendidikan Magister Farmasi (S2 Farmasi). Alasannya karena ingin menjadi seorang peneliti saja. Atau mungkin mereka yang melanjutkan pendidikan S2 terlebih dahulu kemudian setelah lulus baru melanjutkan Profesi Apoteker. Ya, tidak ada yang salah dengan semua itu. Bahkan saya yang sedang mengambil pendidikan Profesi Apoteker saat ini berkeinginan untuk melanjutkan S2 diluar jurusa farmasi. Seperti S2 jurusan Kesehatan Masyarakat atau Manajemen. Alasan saya karena saya ingin menjadi pengusaha, tentunya salah satu nya menjadi pengusaha farmasi. Atau Apoteker yang bekerja di BPOM ingin melanjut pendidikan S2 jurusan hukum untuk menunjang karirnya di tempat kerja.

Nah, itu juga yang membedakan Apoteker dengan jurusan lainnya. Seorang Apoteker boleh melanjutkan pendidikan yang berbeda dari pendidikan sebelumnya, sedangkan seseorang yang bukan lulusan farmasi tidak boleh mengambil jurusan Apoteker ataupun Magister Farmasi (S2 farmasi) kecuali telah menyelesaikan sarjana farmasi terlebih dahulu.

Loh, kenapa apoteker bisa menyeberang jurusan? Iya, karena Pendidikan di dunia Farmasi tidak hanya melulu tentang obat, fisika, kimia, laboratorium dan tikus. Farmasi juga diajarkan bagaimana berbisnis, memahami orang lain, berempati dan lain sebagainya.

Apoteker atau farmasis mempunyai sembilan kemampuan yang wajib dikuasai atau disebut dengan 9 STARS OF PHARMACISTS.
9 stars of pharmacists ini terdiri dari: care giver, decision maker, communicator, manager, leader, life long learner, teacher, research, entrepreneur.

Di Indonesia,  mulai tahun 2017, mahasiswa profesi apoteker selain mengikuti ujian kompre, mereka juga wajib mengikuti UKAI (Uji Kompetensi Apoteker Indonesia). UKAI adalah ujian penentu kelulusan mahasiswa apoteker apakah nilainya dapat memenuhi passing grade untuk lulus dan disumpah menjadi Apoteker. Ya, bisa dibilang seperti Ujian Nasional - nya Apoteker. Jadi, meskipun seorang mahasiswa farmasi memiliki IPK bagus sekalipun, misalnya IPK 3.5 (skala 4) tetapi pada saat UKAI tidak lulus, maka belum bisa disumpah menjadi Apoteker. Solusinya yaitu menunggu semeter angkatan berikutnya untuk mengikuti UKAI (lagi). Karena UKAI ini serentak di seluruh Indonesia. Bahkan dibeberapa Universitas ternama di Indonesia menerapkan kelulusan Apoteker tidak hanya dari UKAI tetapi juga ujian OSCE. OSCE? Yap, ujian yang mirip dengan ujian mahasiswa kedokteran (co-ass).

Jadi untuk menjadi Apoteker tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kompetensi Apoteker utama memang tentang obat, drug expert. Tetapi seorang Apoteker juga dibekali berbagai softskill tambahan.

Selasa, 18 Oktober 2016

Kenali Apoteker (Part 1) - Sejarah Dokter dan Apoteker

Dokter dan Apoteker? Apa bedanya? Dokter adalah asistennya Apoteker? Atau Apoteker yang merupakan asistennya Dokter? Bukan dua-dua nya. Dokter dan Apoteker jelas berbeda. Dokter ahli mendiagnosa penyakit, dan Apoteker ahli tentang obat. Apoteker punya asisten sendiri, namanya Asisten Apoteker (AA) atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Nah, AA atau TTK ini merupakan lulusan-lulusan jurusan farmasi yang meliputi lulusan SMK farmasi, atau D3 farmasi maupun S1 farmasi.

Kembali ke perbedaan Dokter dan Apoteker. Calon dokter setelah lulusan S1 kedokteran maka akan mendapatkan gelar S. Ked (Sarjana Kedokteran) dan wajib melanjutkan pendidikan profesi dokter selama 2 tahun yang biasa kita sebut dengan coass (co-assistant) atau dokter muda. Bagaimana jika sarjana kedokteran tidak melanjutkan profesi dokter dan hanya berhenti sampai sarjana kedokteran? Tentu sarjana kedokteran ini tidak bisa disebut dengan dokter dan tidak diizinkan untuk membuka praktek karena akan dianggap mal praktek. Lalu, bagaimana dengan Apoteker?

Calon Apoteker, setelah lulus S1 farmasi mendapat gelar S. Farm (Sarjana Farmasi) harus melanjutkan pendidikan profesi apoteker selama 1 tahun untuk menjadi Apoteker dan disebut Apoteker muda. Bedanya dengan coass yang selama 2 tahun full praktek langsung di pelayanan kesehatan (rumah sakit), apoteker muda (di Indonesia) hanya menempuh pendidikan selama 1 tahun yang dibagi menjadi 2 semester. Selama 1 semester dihabiskan untuk kuliah teori dan 1 semester untuk praktek yang disebut PKPA (praktek Kerja Profesi Apoteker).
Bedanya lagi dengan dokter, Sarjana farmasi (S. Farm) yang tidak melanjutkan pendidikan apoteker tetap bisa bekerja sebagai Asisten Apoteker (AA) atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK).

Saya ingin sedikit share historis mengenai 2 profesi. Kita sebenarnya dahulu kala adalah 1 profesi, cobalah kita lihat secara sederhana di mesir dikenal seorang ahli medis yang bernama Imhotep, orang yang sangat berkuasa ini sangat ahli dalam mendiagnosa dan juga menyiapkan ramuan untuk yang sakit, hingga kemudian kita menemukan papyrus eber ratusan tahun kemudian yang menulis banyak resep/obat kuno. Lebih sederhana lagi, kita biasa menonton film korea dan kita tahu tentang Dae Jang Geum, di situ kita lihat dia sebagai tabib yang melakukan diagnose dan juga menyediakan obat. Catatan-catatan kuno lain di babilonia dan yunani menunjukkan bahwa dahulu hanya ada 1 profesi sebagai dokter, apoteker, dan bahkan sekaligus sebagai perawat nya juga. Lalu kemudian apa yang terjadi? Di Yunani secara khususnya, kita mengenal Hippocrates yang saat ini diakui sebagai Bapak Kedokteran mengembangkan konsep dasar mengenai ketidakseimbangan tubuh. Konsep tersebut kemudian dikembangkan oleh seorang Yunani yang bernama Galen yang memanfaatkan bahan-bahan alami untuk kembali menyeimbangkan tubuh. Galen ini kemudian membuat klasifikasi sederhana mengenai obat. Ratusan tahun kemudian, Dioscorides mencatat bagaimana efek bahan-bahan alami terhadap tubuh saat dia pergi bersama tentara romawi. Sampai saat itu profesi kesehatan masihlah 1 orang yang mengurus semua, tetapi bisa dilihat mulai ada kecenderungan pengembangan obat-obatan. Lalu dari mana muncul ide pemisahan antara dokter dan apoteker? Di Yunani, terdapat dewa yang dinggap dokter yaitu Asklepios yang dalam gambarannya selalu dibantu anaknya Hygeia yang membawa cawan dan ular. Simbol cawan dan ular inilah yang menjadi simbol apotek yang kita kenal di masa modern. Ide ini berkembang lebih jauh saat tulisan-tulisan yunani ini diterjemahkan ke dalam bahasa arab, seiring dengan peningkatan jumlah penyakit dan semakin banyak pula jumlah tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai obat. Ide mengenai pemisahan profesi ini kemudian disebarkan kembali ke eropa, hingga akhirnya Kaisar Jerman Frederick II di tahun 1200an secara resmi memisahkan antara dokter dan apoteker. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka pembuatan obat pun lebih distandarisasi hingga akhirnya mulai dibentuk industri farmasi. Apoteker tetap bertanggung jawab baik dalam pembuatan obat di industri maupun dalam peracikan dan penyiapan obat di apotek. Jumlah penyakit pun terus meningkat dan begitupula dengan jumlah obat, tantangan baru pun muncul pada tahun 1900an mengenai kontrol penggunaan obat baik di Amerika maupun di Eropa. Oleh karena itu di tahun 1989 mulai diharapkan apoteker-apoteker tidak hanya sekedar menyiapkan obat saja tetapi bisa membantu lebih jauh profesi asalnya dengan melakukan review pemberian obat. Berbagai penelitian dibuat di mana peran apoteker dalam mereview obat dapat mengurangi kejadian yang tidak diinginkan sehingga dapat menyelamatkan pasien.

Dwi Ismayati
18 oktober 2016

Sabtu, 15 Oktober 2016

[A, beliin ini ya a]

“Neng, mau dijemput di mana neng?”
“Di gerbang depan ITB ya, a”

Bukan, bukan pacar saya yang telepon. Suami juga bukan. Teman juga bahkan bukan. Orang yang saya sebut aa itu abang kalau di Jakarta, mas kalau di Yogya. Kok yang jemput ganti-ganti? Iya, karena saya kalau di Bandung atau di kota lainnya selalu minta si aa, abang, dan mas ini buat pergi-pergi antar kesana-kemari. Maklum, karena kendaraan yang bisa saya bawa cuma sepeda, jadi saya selalu mengandalkan aa, abang, dan mas untuk pergi ke manapun. Buat saya, teknologi aa, abang, mas ini membuat mobilisasi saya mudahnya bukan main.

Beberapa bulan kemudian aa, abang, dan mas ini ternyata bisa multitasking! Bukan hanya antar jemput saya, tapi mereka bisa membelikan makanan, tiket bioskop, bahkan bisa bantu pindah kosan! Aa, abang, dan mas ini memang memudahkan urusan mahasiswa banget! Saya hanya butuh akses internet dan semua itu bisa saya dapatkan dengan cepat. Efektif dan efisien apalagi bagi saya yang tidak bisa bawa kendaraan dan benci kemacetan. Terima kasih a, bang, mas.

Tapi… akhir-akhir ini saya kecewa sama mereka. Yah bukan sama mereka sih tepatnya, tapi sama bos mereka. Tebak kenapa? Sekarang si aa bisa antar obat juga! Loh kenapa kecewa? Bagus dong orang sakit jadi bisa teratasi dengan cepat. Oh ya?

_____________________________________________________________________________________________

Apoteker mempunya kewajiban memberikan pelayanan terkait obat.  Siapa makhluk itu? Yang ada di apotek ya? Yang kasi obat terus ngasi kembalian? Kalau yang teman-teman liat itu mungkin asisten apoteker atau mungkin kasir. Kewajiban apoteker di apotek adalah memberikan informasi atau konseling obat kepada masyarakat. Bukan hanya sekedar pasang nama yang dulu jadi adat. Lantas dengan semena-mena minta orang lain ngurusi obat. Alhasil, apoteker dan kasir tidak bisa dibedakan. Dulu? Iya sekarang juga masih, tapi perlahan teman-teman akan melihat papan nama di apotek bukan sekedar papan 😊

Memang, masih banyak apoteker yang kerja di belakang layar dan jarang bertemu dengan masyarakat. Inikah hal yang menyebabkan masalah terkait obat menumpuk di negeri kita? Ketika ahli obat justru tidak memberikan edukasi obat kepada masyarakat. Inikah alasan mengapa  obat palsu marak? Inikah alasan kenapa derajat kesehatan Indonesia meningkat cukup lambat? Dikala apoteker mulai tersadar ada suatu kesalahan yang harus diperbaiki, kok ya ternyata semesta seperti tidak mendukung?

Saya apresiasi munculnya amandemen permenkes terkait pelibatan BPOM dalam pengawasan obat di apotek, saya bahagia sekali melihat begitu gigihnya organisasi profesi apoteker mendorong apoteker untuk selalu ada di apotek, saya lega melihat pasar pramuka sudah digrebek. Berbagai usaha ini jelas dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat. Apoteker ingin bertemu dengan teman-teman semua, melihat wajah kalian secara langsung. Berkomunikasi dua arah dan menyampaikan konseling pengobatan, kapan teman-teman harus minum obat, bagaimana cara menggunakan inhaler, suppositoria, dll, memberi motivasi kepada teman-teman untuk patuh minum obat, memberi jawaban bagi kegalauan teman-teman akan takutnya minum obat atau ragu kapan harus berhenti pakai obat, menjadi kawannya masyarakat. Para apoteker tidak mau lagi melihat masalah obat palsu yang tak kunjung selesai, pembelian antibiotic secara bebas, penyalahgunaan obat. We are attempting something right now. Please say that you also want to make Indonesians’ health better.

Ah, tapi bos si aa ini seperti sedang menghambat usaha para apoteker. Dengan sekali klik, kita bisa melihat berbagai obat bebas dan obat keras terdisplay di layar hp. Masyarakat bisa mengunduh resep dan hanya tinggal menunggu si aa, mas, abang mengantar dengan senyumnya seraya berkata “neng, bintang 5 ya”

Ini kontroversi jadul yang terjadi di dunia. Berbagai Negara telah mempermasalahkan hal ini sejak awal tahun 2000, ada yang melarang namun ada yang tetap mengizinkan pembentukan apotek online dengan syarat-syarat tertentu. Saya tahu sudah ada beberapa teman saya yang mendorong organisasi profesi dan pemerintah untuk menyikapi hal ini dan mencegah terjadinya kemarakan apotek online. Bukannya kami tidak mengikuti perkembangan zaman, menolak inovasi teknologi, atau menolak efisiensi. Ini berbeda dengan tuntutan para ojek konvensional yang harus memaksakan diri beralih mengikuti zaman. Kami berbicara kesehatan. The nature of health is not for sale.

Apotek online dan si bos sebagai mediator berpeluang menjadi fasilitas terjadinya peningkatan penyalahgunaan obat, kerawanan palsunya obat, ketidakpatuhan pasien dan kesalahan penggunaan obat. Cepat bukan jadi poin utama pelayanan kesehatan, safety is. Bagaimana apoteker akan menjamin keamanan pasien jika si empunya sakit tidak bercakap langsung dengan apoteker, bagaimana apoteker memverifikasi kebenaran resep jika resep dapat diunduh seenaknya lewat aplikasi.

Saya masih menunggu janji organisasi profesi yang ingin menyikapi hal ini. Jikapun kita tidak bisa menolak perkembangan teknologi, buatlah sebuah aturan untuk membatasi ruang apotek online agar apoteker dan masyarakat masih dapat menjadi kawan.

Untuk teman-teman sekalian, saya sebagai calon apoteker mungkin belum bisa berbuat banyak. Saya hanya ingin teman-teman lebih aware dengan kondisi yang ada. Walau kita belum melihat apoteker di setiap apotek, namun percayalah apoteker sedang disiapkan menjadi ahli obat bukan hanya yang mengurusi produksi di industri farmasi tapi juga memberikan pelayanan informasi dan konseling obat sebagai tenaga kesehatan. Sekarang saya kembalikan ke teman-teman bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi sebijak mungkin sambil menunggu janji penyikapan ini. Manfaatkan apoteker di sekeliling kalian, dukung perbaikan kesehatan secara menyeluruh.

Saya berharap, ketika teman-teman sedang sakit dan membutuhkan obat, senyum yang teman-teman tunggu bukanlah dari si aa, abang, dan mas; melainkan senyum para apoteker yang memberikan informasi dan konseling obat untuk kalian, senyum manis dan tulusnya apoteker dengan doanya yang mengiringi “terima kasih, kami doakan semoga cepat sembuh”.

Semoga semesta mendukung.

Apoteker Muda?

Apa sih Apoteker Muda itu?

Apoteker muda bukan berarti Apoteker yang masih unyu-unyu, masih bertampang muda, atau bahkan kaya ABG.
Faktanya justru saya menemui beberapa Apoteker Muda malah sedikit berumur, lantas apa yang menjadi dasar dari kata Muda itu sendiri?

Apoteker muda didefinisikan sebagai lulusan Sarjana Farmasi yang sedang menempuh pendidikan profesi Apoteker. Yups, sebelum lulus dan disumpah sebagai Apoteker, para Sarjana Farmasi yang sedang kuliah profesi Apoteker disebut dengan Apoteker Muda.

Hal ini sama saja dengan sarjana kedokteran yang lulus dan menjalani program profesi kedokteran untuk menjadi Dokter. Selama mereka kuliah dan menjalani pendidikan, mereka disebut Dokter Muda atau Co-ass (Co-Asisstant), nah kalo Apoteker Muda disebut PKPA (Praktik Kerja Profesi Apoteker)
Sebagian besar waktu Dokter Muda digunakan untuk berpraktik di Rumah sakit, sedangkan Apoteker Muda terbagi menjadi 6 bulan kuliah teori dan praktik, serta 6 bulan kuliah praktik lapangan yang disebut PKPA.

PKPA bisa berlangsung di Apotek, Rumah sakit, Industri Farmasi, Puskesmas atau Instansi lain yang terkait.

6 bulan pertama, para Apoteker muda belajar mengenai teori-teori yang sifatnya lebih practical dibandingkan S1 yang teoritis. Biasanya ada praktikum problem based learning yang menuntut mahasiswa untuk aktif mencari dan memecahkan masalah secara mandiri.

Jadwal kuliahnya begitu padat. Saya sediri pernah kuliah dari jam 07.00 sampai pulang jam 17.30 non stop, cuman break buat sholat sebentar. Atau bahkan sampai malam hari. Pernah juga kuliah dari hari senin sampai hari minggu full karena ada kuliah tamu dari dosen luar atau pelatihan softskill. Ditambah try out UKAI dan bahasan try out UKAI setiap minggunya yang merupakan kegiatan diluar SKS.

Kalau hanya kuliah saja tidak masalah, tapi yang bikin pusing biasanya adalah seabreg tugas baik individu maupun kelompok yang harus dikerjakan dari setiap mata kuliah. Belum laporan pbl yang tulis tangan.

Nah, ditambah lagi persiapan oral presentation pembuatan systematic review dan seminar proposal pra pkpa. Nantinya bakal nge-lab diluar jam kuliah.

6 bulan kedua, para Apoteker Muda kuliah praktik PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker).  Biasanya PKPA dibagi menjadi beberapa tempat praktek apoteker sesungguhnya seperti PKPA di industri farmasi, di Rumah Sakit, di PBF (Perusahaan Besar Farmasi).

Perjuangan Apoteker muda untuk menjadi apoteker belum selesai sampai disini. setelah PKPA para apoteker muda ini akan di uji dengan ujian kompre. Nah, ada lagi tambahan ujian untuk apoteker muda. Aturan baru mulai tahun 2016, untuk menjadi apoteker,para apoteker muda ini harus lulus UKAI (Uji Kompetensi Apoteker Indonesi). Nah, apalagi tuh UKAI? *nanti dijelasin lebih lanjut tentang UKAI. Gampangnya, UKAI itu kayak UN (Ujian nasional) kalau di SMA. Nah, sekalipun jaman kuliah di profesi apoteker dapet nilai bagus bahkan ipk sempurna sekalipun, ya katakanlah ipk 4.0 (skala 4.0) tapi pada saat UKAI gak lulus. Ya tetap gak akan dianggap lulus dan ga bisa disumpah. Jadi harus menunggu ujian UKAI periode selanjutnya (angkatan selanjutnya, biasanya semester depan). Nah, dibeberapa Universitas bahkan ada yang menambah ujian kompetensi ini tidak hanya UKAI. Selain UKAI, apoteker muda juga harus melewati ujian OSCE. Waduh, apalagi ya OSCE? 😂  *nanti dijelaskan lebih lanjut. Gampangnya OSCE itu kayak ujian setelah koas nya anak-anak kedokteran yang mau jadi dokter.
So, apoteker muda itu belum jadi apoteker nya, tapi masih calon apoteker. Dan apoteker itu gak mesti usia nya muda.

Semoga Manfaat
😉😉
Dwi ismayati modjo
15 oktober 2016

Kamis, 13 Oktober 2016

Ninaya23

Ninaya23

Anggap aja foto bareng non, udah!
Nih, kenalan lebih dekat dengan nona-nona hebat di sampingku. Kalo digabungin jadi nano-nano. Pernah ada pertanyaan, kalian temenan udah berapa lama? Terpisah di beda-beda provinsi? Bisa bertahan sejauh ini? Terus siapa yang duluan pake jilbab? Gimana bisa sampe sekarang ini? Kamu beruntung punya sahabat kayak mereka. Sampe dapet saran 'jangan pernah lepasin temen kayak gini, ma'
Untuk bertahan, semua gak mudah. Usaha buat keep in touch. Sesibuk apapun, ga susah lah sebentar aja nongol di grup. Minimal kasih kabar, kirim foto selfi lagi apa, kasih info terbaru, berita terbaru, bahas hal gajelas sampe bahas hal-hal penting dan kritikal. Atau klo lg sibuuuk bgt, nyimak aja di grup lg bahas apa. Penting taulah kabar temen-temennya. Kuncinya, saling terbuka. Ribut? Pernah aja ribut, selisih paham, ga enakan. Ah, sudahlah itu masalah internal. Cuman gimana caranya kita saling mengerti dan memaafkan.

13 oktober 2016

Rabu, 03 Agustus 2016

Penilain orang lain terhadap kita, ibarat jempol ini. Kadang menghadap ke atas, kadang menghadap ke bawah.
Apapun penilaian orang lain, ga usah dipikir, biar aja lewat. Keep confidence -->> They don't know us, gaiss. Kalo dihina dan direndahkan yo biarin, ga perlu rendah diri, sampe-sampe ngerasa kecil lah, ngerasa bukan apa-apalah, dan bla bla bla. Apa iya kita serendah itu(?) Toh klo pun emg iya, perbaiki diri aja jd lebih baik. Dan juga ga perlu repot-repot kepikiran untuk membuktikan, gais. Kalo udah terbukti juga buat apa(?) Buat nyomobongin "iniloh gue"(?) Selo aja guys. Nah, kalo dipuji ya syukurin aja, ga perlu berlebihan. Ya alhamdulillah. Toh di atas langit masih ada langit. Intinya ga usah lebay!!! Lagipula, belum tentu semua penilaian orang lain terhadap kita bener kan ya?? Banyak hal yg lebih penting buat dipikirin😅😅
Tapi penilaian dari orang terdekat itu W. A. J. I. B didenger!! Dari keluarga maupun sahabat. Nih, terutama orang tua. They know us very well. Didengerin, diresapin, dipikirin dan direnungin. Kalo penilaiannya kurang bagus, ya buat introspeksi diri, apa yang harus diperbaiki. Klo penilaiannya bagus, ya buat motivasi biar lebih baik lagi. Nasehat yang baik diambil, yang buruk ya dibuang.
Hidup itu simple, gais. Orang lain menilai itu wajar, wajar banget. Santai wae, ojo nesu-nesu. Hidup terlalu datar tanpa penilaian. Tanpa menilai dan tanpa dinilai.

Dwi Ismayati
Yogyakarta, 03-08-16


Minggu, 24 April 2016

Spesial untuk Ibu Hidayati

Ketika tak ada seorang pun yg percaya kepada ku, ibu selalu percaya. Ketika semua orang meragukanku, ibu optimis bahwa aku mampu. Ketika setiap orang sibuk dengan dunia mereka masing2, waktu ibu selalu ada. Ketika aku bermain dengan gelapnya dunia, ibu hadir membawa cahaya harapan. Ibu adalah cinta sejati paling sejati, sahabat paling terikat, malaikat yg terlihat dan bidadari paling dekat.

Seseorang berkata kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra: 'Ya Ali, kulihat sahabatmu begitu setia sehingga banyak sekali, berapakah sahabatmu itu?' Sayyidina Ali menjawab: 'nanti akan kuhitung setelah aku tertimpa musibah'

Ibu adalah sahabat paling nyata, karena tidak ada cinta yg mengalahkan cinta ibunda yang selalu menyayangi bayi yang dilahirkannya, sesulit apapun sikap anaknya

24/4/2016
Dwi ismayati

Sabtu, 16 April 2016

Aku ingin bersama selamanya

Aku ingin bersama selamanya
Ketika tunas ini tumbuh,
Serupa tubuh yang mengakar
Setiap nafas yang terhembus adalah kata
Angan, debur, dan emosi bersatu dalam  jubbah terpautan
Tangan kita terikat,
Lidah kita menyatu
Maka setiap apa terucap adalah sabda Pandita Ratu.
Ah…  di luar itu pasir… di luar itu debu…
Hanya angin meniup saja, lalu terbang hilang tak ada
Tapi kita tetap menari
Menari, cuma kita yang tahu
Jiwa ini tandu,
Maka duduk saja,
maka akan kita bawa
Semua
Karena…
Kita..
Adalah…
satu



 AADC - Cinta
#Ninaya23


Senin, 11 April 2016

Kamu itu bagaimana, atau aku harus bagaimana?

Apa artinya cinta jika hanya menggoreskan luka? Apa artinya cinta jika diperlakukan dengan cara yang tidak tepat? Jika cinta memang suci, kenapa begitu banyak orang dengan mudahnya mengobral cinta?
Membahas cinta memang tidak akan ada habisnya. Setiap orang memiliki definisinya sendiri tentang cinta. Sebenarnya cinta itu apa? Apakah cinta selalu berubah-ubah dari satu insan ke insan lain, ataukah cinta selalu satu arah setia pada satu hati? Apakah rasa nyaman sama dengan cinta? Ataukah perasaan deg-degan dan tak tentu arah ketika berhadapan dengan lawan jenis disebut cinta? Jangan-jangan cinta hanyalah sebuah kotak kosong yang dapat diisi oleh siapapun sesuka hati. Kotak yang dapat diisi dengan kebahagiaan maupun luka. Tergantung pemiliknya dalam memperlakukan cinta.
Ayah bilang, membahas cinta bagi remaja SMA se-usiaku hanyalah sebatas ‘cinta monyet’.
Sebut saja namanya Reihan. Laki-laki berkulit hitam manis keturunan Arab yang kukenal sejak Sekolah Dasar. Entah sejak kapan perasaan ini mulai ada. Semua tumbuh begitu saja ketika aku memasuki masa pubertas di usia SMA. Tanpa ku sadari, aku telah menyebarkan benih-benih ‘cinta monyet’ yang kemudian tumbuh, berkembang dan pada akhirnya semakin besar.
Aku menyukai setiap hal yang ada pada diri Reihan. Aku menyukai kelebihan dan kekurangannya. Tawanya yang lepas seakan melukiskan bahwa hidupnya tidak pernah memiliki beban. Selalu bahagia. Reihan tidak pernah ambil pusing dengan masalah-masalah yang dianggapnya ‘sepele’. Selalu berpikiran positif dan menyebarkan pengaruh-pengaruh positif kepada orang-orang di sekitarnya. Sosok ‘kekanak-kanakan’ yang masih melekat pada dirinya menjadikannya seseorang yang gila dengan games. Reihan juga memiliki suara merdu yang menyejukkan telinga ketika dia bernyanyi.
Tetapi dibalik itu semua, dia bisa seketika berubah menjadi seseorang yang serius ketika dihadapkan dengan basket, belajar maupun tugas. Dia tahu kapan harus bercanda dan kapan waktu harus serius. Sikapnya yang aktif, ramah, supel serta memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi menjadikannya seorang anggota OSIS dan seorang kapten basket yang bertanggungjawab. Kemampuan akademisnya juga tidak diragukan lagi, Reihan selalu masuk peringkat 10 besar di sekolah.
Kecintaannya pada dunia games dan menyukai hal-hal yang berkaitan dengan komputer membuat Reihan bercita-cita ingin menjadi seorang programmer masa depan. Lebih dari itu, Reihan juga ingin menjadi seorang pembuat games bahkan menjadi hacker handal. Bisa dibilang hidupnya tidak bisa jauh dari komputer.
Satu tahun duduk di kelas dua SMA kuhabiskan waktu ku untuk mengagumi sosoknya yang berbeda dari laki-laki kebanyakan. Semakin aku mencoba menolak perasaanku padanya, semakin sulit aku melupakannya. Aku mencintainya dalam diam. Kusimpan rapat-rapat perasaan ini hingga tak ada seorang pun mengetahuinya kecuali Tuhan.
Aku selalu kaku untuk ngobrol langsung dengannya. Setiap kalimat yang keluar dari bibir tipisnya bagaikan petir dahsyat yang menyambar hatiku. Sekali lagi perasaan itu selalu ku tepis dengan teganya. Aku tidak boleh jatuh cinta. Aku sudah berjanji kepada ibu bahwa aku tidak akan pernah berpacaran sebelum lulus SMA. Kata ibu, pacaran saat remaja itu tidak ada manfaatnya dan hanya membuang-buang waktu. Bagaimanapun juga sudah sepatutnya aku menepati janji. Ibu selalu percaya bahwa aku selalu menjadi anak ibu yang baik.
AWAL KISAH
Setahun sudah aku menjadi pemuja rahasia Reihan. Seminggu setelah kenaikan kelas tiga SMA, kudengar kabar bahwa Reihan telah mempunyai seorang pacar.
Berita mengenai Reihan telah memiliki pacar membuat hatiku hancur. Rasanya bagaikan ada setumpuk paku menghantam jantungku. Paku-paku itu tertancap kuat hingga membuat denyut jantungku terasa berdebar semakin kencang.
Dengan egoisnya aku berdoa pada Tuhan agar Reihan secepatnya putus dengan pacarnya. Jika aku tidak bisa memiliki Reihan, maka tidak pula orang lain. Ajaibnya, belum genap seminggu Reihan jadian, aku mendengar bahwa mereka putus.
MENGINGKARI JANJI DENGAN IBU
Tuhan memang baik, Ia mengaulkan doa ku lebih dari yang kuminta. Sabtu 21 agustus – dua hari setelah Reihan putus – dia menyatakan cintanya kepadaku. Aku tak tahu kenapa Reihan begitu cepat move on dari mantan pacarnya dan kenapa Reihan justru memilihku. Tapi biarlah, aku tak peduli. Toh itu hanya masa lalu Reihan. Kesempatan emas ini tidak akan ku sia-siakan. Tanpa berpikir panjang, aku menerima cintanya. Aku resmi menjadi pacar Reihan – tanpa peduli janji kepada ibu. Untuk menutupi kebohongan pada ibu, aku memilih backstreet bersama Reihan.
Meski backstreet, rasa berdosa kepada ibu tetap menghantui. Selama seminggu menjalani hubungan dengan Reihan, aku semakin diselimuti perasaan gelisah. Perasaan bersalah kepada ibu akhirnya mempengaruhi sikapku kepada Reihan. Alih-alih bersikap manis dan menyatakan sayang, justru sikap cuek dan jutek yang kutunjukan kepada Reihan. Tidak sekalipun aku menunjukkan rasa sayangku kepada nya. Jangankan ada kencan, jalan berdua, ataupun ngobrol bersama, bahkan untuk sms Reihan pun aku bingung untuk membalasnya. Aku hanya membalas pesan singkat Reihan dengan jawaban ‘ya’, ‘tidak’ atau menjawab sekenanya. Pun aku tidak pernah ada keberanian untuk mengangkat telpon dari Reihan. Ketika berhadapan langsung dengan Reihan saja, seluruh tubuhku bisa bergetar seperti ada gempa bumi lokal di sekelilingku. Jantungku berdegup kencang bagaikan ingin keluar dari persembunyian.
RASA SAKIT
Tiga minggu berlalu. Kebahagiaan ku merasakan menjadi remaja seutuhnya tidak berlangsung lama. Malam itu, sebuah pesan dari Reihan meluluh lantahkan mimpi-mimpi ku tentang indahnya cinta.
“Assalamualaikum, selamat malam sayang. Maaf jika kata-kata ku kasar. To the point aja ya. Aku gak cinta lagi sama kamu, aku gak bisa lanjutin hubungan kita. Kamu perempuan yang baik, cantik, cerdas dan banyak yang menyukaimu. Aku yakin, suatu saat kamu pasti mendapatkan seseorang yang lebih baik dari aku. Setelah ini aku harap kita bisa berteman seperti sebelumnya. Semoga setelah keputusan ini, gak ada air mata ya. Kalau kamu nangis karena keputusan ini, aku lah orang yang paling bersalah. Ah, mungkin aku terlalu ge-er ya, mana mungkin cewek setegar kamu nangis cuma gara-gara aku yang bukan apa-apa ini. Selamat tinggal. Wassalam.”
Mata bulat ku menatap kosong dinding-dinding kamar. Butiran bening itu mendesak paksa keluar dari persembunyian, mengalir deras tak terbendung bagaikan air terjun jatuh bebas terhempas ke sungai tanpa arah. Aku menarik nafas panjang dan sejenak memejamkan mata, berharap semua yang terjadi hanya mimpi.
Belum genap satu bulan aku putus dengan Reihan, belum sembuh luka yang ditorehkan Reihan, sekali lagi aku mendengar kabar bahwa Reihan sudah menjalani hubungan lagi dengan perempuan lain.
Sakit? Tentu. Manusiawi jika aku merasakan sakit. Bagaikan deburan ombak dan gemuruh petir menyambar menjadi satu didadaku saat mendengar berita itu. Berbagai macam pertanyaan timbul dibenakku. Bagaimana bisa Reihan jadian dengan perempuan lain? Bukankah selama ini dia hanya dekat denganku? Bukankah kedekatan diantara kami merupakan suatu yang spesial? Atau mungkin, hanya aku sajalah yang merasa ini spesial?
Rasa sakit ini ribuan kali lipat lebih sakit daripada dilempari duri atau dihujani batu sekalipun. Sekali lagi aku berdoa kepada Tuhan agar Reihan secepatnya putus dengan pacar barunya. Meskipun begitu, tidak ada niatan sedikitpun dariku untuk menggoda Reihan agar kembali kepada ku. Tugasku hanyalah menunggu. Aku sangat yakin dalam hitungan hari Reihan akan putus. Aku yakin Reihan adalah jodohku. Reihan adalah cinta sejatiku, bukan hanya ‘cinta monyet’ seperti yang ayah bilang.
Berhari-berhari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, Reihan bahkan terlihat semakin mesra dengan pacar barunya. Hatiku semakin sakit tatkala melihat mereka berpacaran tepat di depan mataku. Setiap jam pulang sekolah, Reihan dengan sabarnya menunggu perempuan itu keluar kelas dan mengantarkannya pulang. Sungguh, pemandangan yang menyakitkan, membuatku malas bersekolah.
Tetapi dibalik rasa sedih dan cemburuku kepada Reihan, aku tidak pernah menunjukkan nya kepada siapapun. Aku tetap ceria dan tertawa bebas bersama teman-teman. Masa remaja ku tetap indah bersama sahabat-sahabatku meskipun tanpa Reihan.
DIA KEMBALI
Demi waktu, perlahan rasa sakit yang kurasakan pada Reihan berangsur membaik. Waktu memang obat yang paling mujarab. Aku dan Reihan lulus SMA. Aku dan Reihan melanjutkan kuliah di jurusan dan universitas yang berbeda, bahkan di kota yang berbeda pula. Peluang besar bagiku untuk melupakanya. Jarak dan waktu akan membantu membersihkan semua kenangan tentang Reihan.
Aku mencoba hidup baru di perantauan. Teman baru, suasana baru dan sebagai mahasiswi baru. Semua tanpa Reihan. Tidak ada Reihan, tidak ada cemburu dan tidak ada pemandangan yang menyakitkan itu lagi.
Sebulan resmi menjadi seorang mahasiswi. Sosok Reihan tiba-tiba hadir kembali ke dalam hidupku. Reihan sudah putus. Aku tak pernah tahu kenapa Reihan putus dan aku tak pernah mau tahu. Biarlah itu hanya masa lalu Reihan – meski aku juga masa lalu nya. Mungkin Reihan putus karena dia tidak bisa melupakanku? Rasa percaya diriku yang berlebihan mulai muncul. Tetapi dugaan ku tidak sepenuhnya salah. Tanpa basi-basi Reihan memintaku menjadi kekasihnya kembali.
Niat untuk melupakan Reihan semua gagal total. Cintaku kepada Reihan terlalu besar. Bahkan teramat besar, lebih besar dari rasa sakit hatiku padanya. Aku selalu memaafkan Reihan, terlepas dia minta maaf atau tidak. Selalu ada ruang spesial untuk nya dihatiku. Meskipun begitu, aku tidak pernah lupa apa yang telah terjadi antara aku dengannya. Karena sejatinya, memaafkan bukan berarti melupakan.
Aku kembali luluh. Aku tidak mampu menolak Reihan meskipun hanya dengan kata-kata sederhananya. Aku berharap dengan adanya hubungan kedua ini dapat memperbaiki hubungan kami sebelumnya.
Toh sekarang aku sudah lulus SMA. Aku bukan seorang remaja SMA yang memiliki janji konyol dengan ibu. Kini aku sorang mahasiswi, aku tahu baik-buruknya, pun aku bisa melindungi diriku dari patah hati. Aku akan belajar menjadi pacar yang baik untuk Reihan. Pelan-pelan, aku mulai berubah. Aku  tidak lagi cuek seperti dulu. Kini aku lebih perhatian dengan hubunganku.
DIA PERGI UNTUK HIJRAH
Tidak terasa tiga bulan aku menjalani hubungan jarak jauh dengan Reihan. Aku merasa nyaman LDR-an dengan Reihan. Aku tidak harus berhadapan langsung dengannya dan menunjukkan wajah ku yang merah padam seperti kepiting rebus. Pun aku tidak perlu merasa tegang dan bergetar ketika ngobrol dengannya. Menurutku ini adalah awal yang baik untukku belajar mencintai dengan cara yang baik dan benar.
Tetapi kemesraan itu tidak berlangsung lama. Masa lalu itu terulang lagi. Hanya tiga bulan berhubungan jarak jauh, Reihan memutuskan untuk mengahiri hubungan ini. Kali ini memang keputusan dewasa dari seorang Reihan.
Selama beberapa bulan menjadi mahasiswa, Reihan banyak berubah. Reihan semakin sibuk. Bukan hanya tugas kampus dan basket yang menyita waktunya, tetapi dia juga sibuk mengikuti pengajian sana-sini. Waktu ku dengan Reihan untuk sekadar sms-an memberi kabar semakin terbatas. Bahkan bisa seminggu sekali aku baru bisa mendapat kabar dari Reihan. Tapi bagiku itu tidak masalah. Sejak SMA aku maklum dengan kesibukannya. Apalagi setelah menjadi seorang mahasiswa, sudah pasti kesibukan akan berlipat ganda.
Tetapi bukan itu poin pentingnya. Reihan mulai semakin memahami agama – katanya. Mengikuti pengajian dan Rohis di kampus. Alasannya ingin putus sederhana, bukan karena tidak cinta lagi, bukan pula karena wanita lain. Semua itu karena pacaran tidak ada manfaatnya. Lebih baik sama-sama belajar, menjadi mahasiswa yang baik di kampus dan sama-sama menjalani amanah orang tua untuk menuntut ilmu di tanah rantau. Jika memang jodoh tidak akan kemana.
Aku bisa menerima alasan-alasan itu. Pada akhirnya aku putus dengan Reihan. Aku setuju dengan alasannya nya. Jodoh sudah ada yang mengatur, tidak akan tertukar.
Aku selalu yakin bahwa Reihan adalah jodohku. Aku yakin Reihan masih mencintaiku. Justru karena cinta nya yang tulus lah akhirnya dia melepasku. Bukankah hakikat mencintai adalah melepaskan? Reihan ingin menjaga cinta suci kami hingga ikatan suci pernikahan menyatukan, bukan dengan cara pacaran. Aku akan menunggu Reihan sebagaimana Reihan yang juga menungguku.
AKU TERGODA
Satu tahun berlalu menjadi mahasiswi di tanah rantau. Kali ini benar-benar tanpa Reihan. Aku hanya melakukan tugasku, yaitu menunggu. Menjaga diri agar tidak saling tergoda. Aku selalu mendukung apapun yang dilakukan Reihan. Begitupun dengan perjalanan hijrah nya menjadi seseorang yang lebih sholeh. Tidak ada salahnya tidak pacaran saat ini. Toh nantinya Reihan akan menjadi imam ku yang halal. Poin tambahan untuk Reihan jika ia sholeh, ia dapat membimbingku menjadi lebih baik.
Tetapi ternyata menunggu adalah hal yang melelahkan. Godaan terus saja datang. Teman-temanku sudah memiliki pacar. Sedangkan aku tetap sendiri menunggu Reihan yang entah bagaimana cerita dan kabarnya.
Tahun kedua aku menjadi mahasiswi, akhirnya aku menerima lelaki baru dalam hidupku. Dia adalah Romi, teman kampusku. Awalnya aku merasa senang memiliki pacar. Tetapi berhari-hari aku semakin merasa menghianati Reihan. Aku bagaikan seseorang yang selingkuh diam-diam. Aku terlalu munafik, naif dan sangat egois sebagai seorang manusia. Aku terlalu dibutakan oleh nafsu dan tergoda akan kebahagiaan semu.
Aku mencoba menenangkan diri. Ini bukan salahku menerima Romi. Toh aku dan Reihan tidak ada ikatan apa-apa lagi. Reihan hanya berkomitmen untuk tidak berpacaran lagi setelah putus dengan ku. Itu kan janji Reihan, bukan janji ku. Salah Reihan yang membiarkan ku menunggu tanpa kepastian. Jika sejak awal Reihan tidak mengakhiri hubungan ini dan bersedia untuk menjalani hubungan jarak jauh, aku berjanji akan selalu setia dengan nya. Aku selalu meyakinkan hati bahwa Reihan yang salah, dia yang bodoh telah menyia-nyiakanku. Tetapi percuma, batinku bergejolak. Itu hanyalah kalimat-kalimat pembelaan diri karena tak sanggup mengakui kenyataan bahwa aku memang salah.
Air mata ini menetes lagi saat aku melihat raut wajah Reihan yang tersenyum lepas di layar laptopku. Aku merasa bersalah dengannya. Tidak. Mungkin lebih tepatnya aku merasa bersalah kepada diri ku sendiri.
Aku menjalani sebuah hubungan dengan seorang laki-laki yang sebenarnya akupun tidak tahu bagaimana perasaanku kepadanya. Romi teramat baik. Di mataku dia bagaikan sesosok laki-laki yang begitu menghargai perempuan. Sehingga sebagai seorang perempuan, aku merasa sangat tersanjung karena sikapnya. Aku diperlakukan bak seorang tuan putri. Setiap hari dia mengirimi ku mawar merah. Setiap malam, Romi menelponku bercerita tentang banyak hal. Aku tidak pernah kehabisan bahan obrolan dengannya setiap malam. Bagiku, Romi adalah seorang teman curhat dan rekan bermain yang asik. Jauh berbeda ketika aku bersama Reihan.
Aku dan Reihan bagaikan rekan kerja. Aku terlalu canggung bersama Reihan. Obrolan kami pun terkesan kaku bahkan seperti rutinitas. Bicara tentang kuliah, teman, organisasi dan cita-cita. Tetapi justru pembicaraan dengan Reihan itulah yang selalu membuatku semangat untuk terus belajar dan berkarya.
Beberapa bulan dekat dengan Romi, tidak ada perasaan cinta sedikitpun di hatiku untuknya. Aku tetap berusaha menjaga hati dan perasaanku untuk Reihan. Hingga pada akhirnya, teman-temanku geram akan sikapku yang tidak realistis.
“Sampai kapan kau terus menutup diri untuk laki-laki lain? Reihan yang sekarang jauh disana belum tentu masih mempunyai perasaan yang sama untukmu. Reihan sudah melupakanmu. Mungkin saat ini Reihan sedang bersenang-senang dengan perempuan lain. Sedangkan lihat kau di sini? Ada begitu banyak laki-laki yang ingin menjadikan mu sebagai pacarnya, tetapi kamu masih mengharapkan Reihan? Realistis lah sedikit. Pilihlah satu dari laki-laki itu.”
Aku hanya terdiam memikirkan perkataan teman-teman. Mungkin memang sudah saatnya aku melupakan Reihan. Melupakan ‘pangeran impianku’ yang selalu kuyakini bahwa kami akan berjodoh. Mungkin memang sudah saatnya aku membuka hati. Toh tidak ada salahnya aku memberi kesempatan untuk Romi. Terbesit di hati, aku juga ingin merasakan masa remaja seperti teman-teman yang lain. Merasakan bagaimana rasanya pacaran, kencan, dan diperlakukan spesial oleh seorang laki-laki – yang tak pernah kudapatkan dari Reihan.
Aku begitu terkesan ketika subuh-subuh Romi datang ke kos-kosan ku dengan membawa bucket bunga dan sepotong coklat. Aku yang sedang memakai piyama terkejut melihat Romi berlutut dan memintaku untuk menjadi kekasihnya. Perempuan mana yang tidak tersanjung dengan semua itu. Seperti yang sudah aku pertimbangkan, aku memutuskan untuk mencoba menjalani hubungan dengan Romi.
Hari-hari kujalani dengan status baru. Pacaran. Aku merasa bagaikan remaja pada umumnya. Memiliki seorang pacar yang selalu menemani. Tetapi lama-kelamaan aku merasa bosan. Aku malas dengan rutinitas pacaran yang harus memberi kabar setiap saat. Aku malas harus membagi waktu untuk bertemu dengannya.
Aku ingin mengakhiri hubunganku dengan Romi. Bagaimanapun juga aku masih mencintai Reihan. Aku merasa aku telah menghianati cintaku pada Reihan.
Waktu berlalu hingga Reihan mengetahui hubunganku dengan Romi. Aku tidak tahu apa yang ada dibenak Reihan saat mengetahui hubunganku. Aku begitu malu dengan diriku sendiri, aku malu dengan Reihan.
Perlahan aku mulai sedikit menjauh dari Romi. Aku sempurna lupa bahwa aku memiliki pacar ketika aku bersama teman-teman. Aku sering meninggalkan handphone-ku di kamar dan tidak memberi Romi kabar seharian. Tanpa aku sadari, Romi mulai terbiasa tanpa kehadiranku. Pun aku tidak sadar bahwa ada sosok wanita lain yang hadir ketika aku tidak ada disamping Romi.
Tiga bulan pacaran dengan Romi, akhirnya aku putus. Tidak beberapa lama setelah aku putus, ternyata Romi sudah jadian lagi dengan seorang perempuan yang selama ini menemani Romi selama aku tidak ada. Ah, sudahlah. Aku tidak mau berasumsi macam-macam. Apa bedanya aku dengan Romi. Jika aku mencintai orang lain ketika berpacaran dengan Romi, tidak salah jika Romi melakukan hal yang sama.
Setelah kejadian ini, aku tersadar bahwa cinta ku memang hanyalah Reihan. Aku kembali memutuskan untuk menunggu nya. Aku yakin Reihan juga masih mencintaiku. Aku yakin Reihan akan memaafkan kesalahanku. Pun aku selalu yakin bahwa aku dan Reihan kelak akan dipersatukan dalam ikatan yang suci. Aku memutuskan untuk tidak berpacaran lagi yang menurutku sia-sia. Aku akan terus memperbaiki diri dan memantaskan diri agar kelak aku bisa bersanding dengan Reihan. Aku harus hebat agar aku pantas menjadi pendamping Reihan.
Orang bijak bilang, masa lalu tempatnya di belakang agar tidak mengganggu. Tapi bagiku, aku masih memiliki sedikit harapan bahwa masa lalu ku kelak akan menjadi masa depanku pula. Reihan semakin tinggi, hebat dan luar biasa dengan segudang prestasi yang dia miliki. Bagiku menggapainya sekarang sungguh tinggi. Aku akan berusaha sebisaku untuk menjadi lebih baik lagi agar dapat mensejajarkan diri dengan nya. Minimal selangkah tepat di belakangnya, tidak berada terlalu jauh di belakang. Aku belajar banyak hal, berusaha memantaskan diri dan mencintainya dalam diam dari kejauhan. Berharap menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
KECEWA
Satu tahun setelah aku putus dari Romi dan memutuskan untuk sendiri, terdengar kabar bahwa Reihan telah memiliki pacar baru (lagi). Sungguh, hati ini terasa benar-benar teriris. Hati terasa perih bagaikan ada luka menganga yang disiram lagi dengan larutan asam kuat. Reihan yang selama ini aku yakini, Reihan yang selama ini aku percaya?
Seharusnya sejak awal kuteruskan saja cinta dalam diamku pada Reihan. Seharusnya dari dulu tak pernah kuizinkan diriku terhanyut akan pesona Reihan sehingga membiarkan Reihan keluar-masuk dalam kehidupanku. Seharusnya selalu kuingat janji ku pada ibu, menjaga diri dari hal pacaran masa remaja yang tak pernah bisa melindungi diri dari rasa patah hati.
Seharusnya, seharusnya dan seharusnya. Ah, menyesal dan menyalahkan keadaan memang yang paling mudah. Tak boleh kusesali yang telah lalu, biarlah menjadi pelajaran. Mungkin ini memang jalan Tuhan. Bagaimanapun, Reihan mengajarkan ku banyak hal, termasuk definisi cinta ku sendiri.
Mungkinkah yang kurasakan saat ini juga pernah dirasakan oleh Reihan ketika aku berhubungan dengan Romi?
Aku tak pernah tahu bagaimana sesungguhnya perasaan Reihan terhadapku selama empat tahun belakangan. Mungkin hanya aku yang terlalu berharap padahal Reihan tak pernah memberikanku harapan. Atau mungkin aku yang terlalu percaya diri dan terlalu meyakini hal-hal yang belum pasti.
Tetapi rasa yang kurasakan kali ini berbeda dengan rasa sakit dulu. Tidak ada air mata lagi untuk Reihan. Tidak ada kesedihan yang mendalam untuk Reihan. Pun tidak ada penyesalan karena Reihan.
Bukan perasaan cemburu yang kurasakan, bukan sedih dan bukan pula marah. Hanya kecewa. Kecewa karena Reihan yang akhir-akhir ini telah kuyakini telah berhijrah. Kecewa karena Reihan tidak sehebat yang aku bayangkan. Kecewa karena Reihan yang katanya akan terus istiqomah tidak ingin pacaran yang menurutnya tidak ada manfaatnya. Kecewa karena Reihan bilang tidak dekat dengan perempuan manapun setelah putus dengan ku. Kecewa karena…….,
Ah sudahlah. Rasa kecewa ini hadir karena besarnya harapan yang kupertaruhkan untuknya. Benar kata ibu, janganlah berharap kepada manusia, berharaplah hanya kepada Sang Pencipta. Karena berharap kepada manusia itu menyakitkan.
MEMPERBAIKI NIAT
Mengalami kegagalan beberapa kali dalam hal cinta membuatku galau. Lagi, lagi dan lagi aku galau karena orang yang sama. Menangisi Reihan bukan hal yang baru bagiku. Perlahan, aku mulai mendekatkan diri kepada Allah. Aku mengadu kepada Allah tentang setiap masalahku. Mencoba mencari titik terang, pencerahan dan kedamaian hati. Aku mulai bergaul dengan teman-teman muslim yang senang berdakwah. Aku mulai mengikuti pengajian dan kajian tentang cinta. Aku mulai menyukai membaca buku-buku agama, membaca buku-buku tentang cinta dan pacaran dalam islam.
Astagfirullah. Berulangkali aku beristighfar. Ya Allah ampuni aku yang telah salah memahami makna dan arti cinta yang sebenarnya. Ampuni aku yang banyak berbuat dosa karena salah menempatkan cinta. Cinta yang hakiki dan sebenar-benarnya cinta hanyalah kepada-Mu. Semoga cinta ku kepada Reihan tidak melebihi cintaku kepada-Mu. Aku mencintai Reihan karena Engkau menitipkan perasaan ini kepadaku. Semoga aku mencintai Reihan karena Engkau Ya Allah dan tetap selalu di jalan-Mu.
Sebenarnya cinta itu apa? Setiap orang punya pandangannya sendiri tentang cinta. Apakah cinta itu berubah-ubah? Apakah benar ini cinta ataukah hanya nafsu dan ambisi semata? Satu hal yang selalu aku yakini tentang cinta. Cinta itu ikhlas. Tapi sunggung, ikhlas itu tidak mudah. Belajarnya pun seumur hidup.
Final dari kisah cinta dua insan manusia adalah pernikahan. Jodoh sudah diatur oleh Sang Maha Cinta. Jodoh tidak akan tertukar. Jika memang berjodoh, pasti akan bersatu. Pun jika tidak, sudah pasti akan mendapatkan yang terbaik. Itu yang dikatakan Reihan dulu.
Bagaimanapun, aku akan tetap memilih untuk sendiri. Sampai suatu saat seseorang (entah siapa) siap untuk menghalalkan ku. Siap menjadi imam dan selalu membimbingku dalam kebaikan. Kapanpun itu. Aku tidak ingin berpacaran lagi, bukan karena Reihan. Bagiku pacar adalah mantan yang tertunda. Jika bukan karena putus, ya menikah. Tetapi sangat sedikit sekali orang yang berpacaran kemudian langsung menikah. Jika memang cinta, kenapa tidak langsung menikah saja? Kenapa harus buang-buang waktu untuk berpacaran? Jika alasan ingin mengenal calon pasangan lebih dulu, kan bisa ta’aruf. Tetapi sayang, proses ta’aruf sering disalah artikan oleh remaja kebanyakan. Ta’aruf tidak sama dengan pacaran, ta’aruf itu berbeda. Banyak orang mengaku nya ta’aruf padahal kelakuannya seperti pacaran. Ibarat pacaran terselubung. Ah, bagiku itu semua sama saja. Bukankah pengakuan ‘pacaran’ hanya kita yang memberi ‘gelar’ itu? Entah itu namanya ‘pacaran’ ataupun ‘komitmen’, jika tidak sesuai kaidah islam, itu tetap saja sama dengan ‘pacaran’. Entahlah. Kini keputusan ku bulat untuk sendiri. Tidak dengan Reihan, tidak pula dengan Romi.
Semoga Allah memberi kemudahan untuk mewujudkan niat baik ini untuk selalu istiqomah.  Aku percaya akan kekuatan cinta, kekuatan hati ini. Allah lah yang dapat membolak-balikkan hati ini. Pun perasaan ini adalah titipan yang diberikan oleh-Nya. Aku tidak akan pernah tahu bagaimana perasaanku kedepannya. Apakah rasa ini akan tetap sama ataukah akan digantikan dengan perasaan yang baru.
Semoga prinsip ini tetap kokoh dan tidak goyah. Sudah terlalu banyak kesalahan yang telah aku lakukan. Aku selalu berharap yang terbaik untuk semua orang-orang yang aku sayangi. Pun aku selalu berharap yang terbaik untuk Reihan.
Sudah sepatutnya aku memperbaiki niat. Semangat bukan karena orang lain. Memperbaiki diri bukan karena orang lain. Tapi semua memang untuk kebaikan diri sendiri. Memperbaiki diri bukan karena ingin mendapatkan jodoh yang baik semata, tetapi untuk mendapatkan cinta suci-Nya, cinta Sang Maha Cinta.

Terimakasih telah memberikanku definisi cinta ku sendiri. Cinta itu ikhlas. Entah itu cinta umat kepada Tuhan nya, cinta ibu kepada anaknya bahkan cinta dua insan anak manusia. Cinta sesederhana kata ikhlas. Ikhlas memang mudah diucapkan, tetapi tidak mudah direalisasikan. Sungguh, ikhlas adalah tingkatan ilmu yang paling tinggi dan belajarnya pun seumur hidup.

Senin, 25 Januari 2016

*Goresan remaja

Apa artinya cinta jika hanya menggoreskan luka? Apa artinya cinta jika diperlakukan dengan cara yang tidak tepat? Jika cinta memang suci, kenapa begitu banyak orang dengan mudahnya mengobral cinta?

Membahas cinta memang tidak akan ada habisnya. Setiap orang memiliki definisinya sendiri tentang cinta. Sebenarnya cinta itu apa? Apakah cinta selalu berubah-ubah dari satu insan ke insan lain, ataukah cinta selalu satu arah setia pada satu hati? Apakah rasa nyaman sama dengan cinta? Ataukah perasaan deg-degan dan tak tentu arah ketika berhadapan dengan lawan jenis disebut cinta? Jangan-jangan cinta hanyalah sebuah kotak kosong yang dapat diisi oleh siapapun sesuka hati. Kotak yang dapat diisi dengan kebahagiaan maupun luka. Tergantung pemiliknya dalam memperlakukan cinta.
*Goresan remaja
-Dwi Ismayati-

Senin, 11 Januari 2016

Menurutmu, apa arti kehidupan??

Mungkin aku lupa hakikat kehidupan. Kenapa aku hidup? Kenapa aku dilahirkan? Dan kenapa aku ada di dunia ini?  Entah apa itu kehidupan. Kita hidup untuk mati. Kita hidup untuk kembali dan pulang kepada-Nya. Kita hidup bukan untuk membuat semua orang bahagia, tetapi kita hidup agar kita berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Sebaik apapun perbuatan kita, belum tentu semua orang akan berkomentar baik tentang kita. Bukankah memang begitu kehidupan? Kita hidup, kita yang menjalani-baik buruk nya. Setiap orang mempunyai hak nya masing-masing berkomentar atas hidup orang lain.
Orang bijak bilang; “Sebaik apapun orang lain menilai tentang kita, hanya kitalah yang paling tahu apakah memang kita sebaik itu. Pun sebaliknya, seburuk apapun orang lain menilai kita, hanya kita jugalah yang paling tahu apakah memang kita seburuk itu.”
Kita hidup untuk kembali kepada Sang Pemilik Kehidupan. Lantas kenapa kita mempersulit hidup kita sendiri?
Terkadang aku terlalu berambisi sehingga aku lupa bahwa aku telah jauh melewati batas. Kata ayah, mempunyai ambisi yang besar memang bagus, tetapi juga harus tahu bagaimana kemampuan diri.
Banyak hal yang ingin aku kejar, banyak pengalaman yang ingin aku lalui, pun banyak prestasi yang ingin aku capai. Sungguh manusia tidak pernah puas. Memiliki rasa ambisi yang tinggi memang bagus untuk pengembangan diri, tetapi terkadang hal tersebut justru membuat aku lupa untuk bersyukur. Aku lupa bahwa segala sesuatu sudah menjadi ketentuan-Nya.
Aku memang bukan seseorang yang fokus. Kepribadianku buruk, aku terlalu mudah goyah dan gampang terpengaruh terhadap lingkungan.
Diusiaku yang terbilang bukan remaja lagi, sudah sepatutnya aku mengerti baik dan buruk. Aku bukan lagi seorang abg yang sedang sibuk mencari jati diri dan ingin mencoba banyak hal. Selalu penasaran dengan hal-hal yang menarik perhatian. Aku seharusnya sudah fokus untuk menata kehidupan di masa depan kelak. Tidak selamanya aku seperti ini, selalu bersama orang tua. Kata ayah, suatu hari nanti akan tiba saatnya aku menjadi orang tua, mengahadapi kehidupan nyata, bertanggungjawab akan banyak hal dan lain sebagainya. Sebelum hari itu tiba, sudah sepatutnya aku mempersiapkan diri.
Hakikatnya, hidup itu sederhana. Tetapi terkadang manusia lah yang membuatnya terlihat rumit.
Kebahagiaan terbesar dalam hidup ini adalah ketika kita bisa memberi sesuatu untuk orang lain. Ketika kita terlahir, kita menangis dan semua orang tersenyum. Maka, jalanilah hidup dengan sebaik-baiknya agar saat kita tiada, kita tersenyum dan semua orang menangis.
Dwi Ismayati

Yogyakarta, 11 Januari 2016

Minggu, 10 Januari 2016

Passion??

Apakah di usia mu sekarang kamu masih merasa belum menemukan passion mu?

Waktu terus berjalan tanpa harus menunggu. Kelahiran, masa anak-anak, remaja ‘sang pencari jati diri’ hingga pada akhir nya pada tahap dewasa dan tua.
Menemukan passion erat kaitannya dengan menemukan jati diri dan biasanya dialami oleh remaja. Tetapi bagaimana jika sudah berusia 20 tahun-an merasa belum menemukan passion? Sebenarnya kita lah yang paing tahu mengenai diri kita. Semakin bertambahnya usia dan semakin banyak pengalaman yang kita lalui, kita semakin paham dan mengerti diri kita, apa yang harus kita lakukan, mana yang baik dan mana yang buruk, dan mana yang terbaik untuk kita.
Tapi mungkin ada satu hal yang menghalangi itu semua. Mungkinkah kita terlalu takut? Kita terlalu takut keluar dari zona nyaman ataukah kita selalu ragu dengan setiap pilihan yang kita ambil. Hidup itu adalah pilihan. Salah jika orang bilang ‘aku gak ada pilihan lain’. Pilihan itu tergantung kita. Apakah kita akan mengambil pililahan yang baik atau pilihan yang buruk. Seberapa beranikah kita mengambil resiko? Karena pada dasarnya setiap hal yang telah menjadi keputusan kita, ada resikonya tersendiri.
Apakah kita teralu takut dan ragu untuk memilih? Atau kah kita tidak pernah puas dengan pilihan kita? Berkali-kali mencari passion, berpetualang dengan berbagai hal kehidupan, tetapi pada akhirnya tidak pernah merasa puas dengan pilihan sendiri? Hari ini bilang passion-mu A, berhari-hari, berbulan-bulan, kamu semangat dengan hal yang kamu anggap passion-mu. Tetapi jika pada dasarnya hati kecilmu belum ikhlas, maka kamu tidak akan pernah puas. Maka kamu akan mencari ‘passion’ mu lagi. Kamu akan menganggap A tidak cocok dengan mu. Kamu berpetualang lagi hingga kemudian kamu menggap B adalah passion-mu. Akankah terus begitu? Selalu mencoba hal baru dan kamu tidak pernah merasa puas? Ya, mungkin manusia memang tidak pernah merasa puas.
Tetapi sampai kapankah akan terus ‘mencari’ seperti ini? Sampai tua? Sampai pada akhirnya menunggu ajal menjemput? Mumpung masih muda, memang sangat wajar bagi kita untuk menemukan sesuatu yang baru dan mempelajari banyak hal. Tetapi di satu sisi, kita harus memahami diri kita sendiri, mau jadi apa kita kelak? Apa yang akan terjadi pada diri kita dimasa yang akan datang? Akankah kita hanya menjadi seseorang yang hanya ikut-ikutan ataukah kita akan menemukan diri kita yang berbeda?
Kata ibu, yang kita butuhkan adalah target. Kita harus memiliki target dari setiap langkah kita. Keluar dari zona nyaman dan mencoba menggali potensi diri. Cari lah passion-mu mumpung masih muda. Tetapi kamu harus memiliki target untuk diri sendiri. Coba lah banyak hal dan rasakan apa yang paling menyenangkan dan membuatmu nyaman. Berilah batasan waktu untuk diri sendiri sampai kapan mencari passion. Jangan terlalu terhanyut hanya dalam hal ‘mencari’. Sekali lagi, targetkan setiap langkah. Pada saat waktu itu tiba, yang kamu butuhkan hanya ikhlas. Kamu harus konsisten dalam hal yang memang sudah menjadi passion-mu. Ikhlas menjalani hidup dengan usaha mu sendiri dan memang jalan yang telah dipilihkan Tuhan. Sekali lagi, yang kamu butuh hanya satu untuk passion, kamu yakin, ikhlas dan bisa menerima apa yang memang sudah menjadi jalanmu. Sesederhana itu.
Jangan lupa selalu tuliskan resolusimu. Bagaimana cita-citamu sepuluh Tahun ke depan. Apa yang ingin kamu capai selama satu tahun ini dan apa yang ingin kamu kerjakan setiap bulan bahkan setiap harinya. Buatlah ‘future mapping-mu’ sendiri.
Aku menulis ini bukan berarti aku membatasi diri untuk setiap hal baru dan hanya terfokus pada satu hal yang sudah yakin dianggap passion. Aku menulis ini karena aku pernah merasakan diposisi yang sama ketika aku mencari passion. Dulu, aku adalah seorang karateka di dojo KKI (Kushin Ryu M Karate-Do Indonesia). Tetapi aku hanya bertahan hingga sabuk hijau. Aku rasa, aku hanya ingin menambah ilmu dan pengetahuan di bidang lain, minimal aku menguasai dasar-dasarnya. Setelah itu aku ingin mencoba hal baru, aku justru ‘banting stir’ menjadi anggota tari. Merasakan sensasi tampil di atas panggung sebagai ‘penari’ pada acara pentas beberapa kali. Beberapa tahun setelah itu aku berhenti. Lagi dan lagi aku ‘mencari’ hal yang memang membuat aku jatuh cinta. Aku mendaftarkan diri menjadi anggota PMI. Tidak bertahan lama, aku mulai bosan dan merasa jenuh. Aku berfikir mungkin aku ingin menjadi seorang aktivis. Aku bergabung menjadi anggota BEM Fakultas. Disini aku belajar menjadi seorang pemimpin dan sama seperti setiap organisasi lain yang aku ikuti, aku belajar memahami orang lain.
Saat itu yang aku rasa, aku hanya ingin menambah ilmu dan pengalaman tanpa berpikir apa sebenarnya passion ku. Aku selalu bersenang-senang dengan setiap hal yang aku lakukan. Selagi itu positif, aku dengan senang hati melakukannya.
Semakin aku bertambah umur, aku semakin berpikir bahwa pada satu titik aku harus berhenti bermain. Pada satu titik aku harus fokus pada hal yang memang aku cintai. Jalan hidup yang aku lalui, memberikan warna-warni indah dalam setiap perjalanan ku. Aku bersyukur atas semua hal yang telah aku lalui dan ilmu yang aku peroleh. Kata ayah, ‘setiap ilmu akan berguna, mungkin kamu tidak merasakannya secara langsung saat ini, tetapi suatu saat pasti ilmu yang kamu miliki akan berguna baik untuk dirimu sendiri atapun orang lain’.
Dari semua itu, yang ingin aku lakukan saat ini dan masa yang akan datang, aku ingin menjadi ‘guru’ bagi siapapun. Berbagi ilmu dan pengalaman yang aku peroleh.
Masa depan memang tidak pernah pasti. Menuju masa depan dan mempersiapkan masa depan, itu beda. Sudah sampai manakah target yang kau siapkan untuk menuju masa depan?

Dwi Ismayati

10 Januari 2016

Sabtu, 09 Januari 2016

-Ririn Ditha Aprila-

Nama lengkapnya Ririn Ditha Aprila, tapi suka dipanggil Ditha. Ingat, Ditha!! Bukan dita.. Pake ‘h’. Ditha bisa protes klo huruf ‘h’ nya hilang.
Tujuh tahun sudah sahabatan sama perempuan kece ini. Sebenernya sih orang tua kita sudah berteman sejak SMP. Bagi ku Ditha sudah bagaikan keluarga, toh orang tua kita sudah lama saling kenal. Awalnya kenal Ditha kelas dua SMP sebagai siswi pindahan di SMPN1 Pesisir Tengah. Uni Ditha -begitu panggilan akrabnya- pindahan dari Diniyah Putri Bandar Lampung.
Terkadang suka senyum sendiri inget masa remaja bareng Uni Ditha. Dulu kita suka dipanggil dengan sebutan ‘double b’ (Bemo Bagong). Tapi kita sering marah-marah kalo dipanggil dengan sebutan itu. Siapa juga yang suka dipanggil dengan sebutan yang tidak dia sukai. Kita lebih suka dipanggil dengan sebutan ‘double d’ (Dwi Ditha).
Dulu, kita paling suka keluar kelas –alasan pergi ke WC. Suka main ke Selalau berdua, makan ‘tempe mbah’, suka negrjain orang bareng, suka ketawa bareng, seneng-seneng bareng. Kalau mulai bulan puasa, suka main petasan bareng, lemparin petasan banting ke setiap orang yang lewat. –entah bagian nakal ini, Uni inget atau enggak.
Kita juga jadi anak baik sama sama. Uni ngajak untuk ziarah ke makam andung-datuk kita dan cuma berdua. Nyali kita cukup besar ya sebagai remaja SMP berani pergi-pergi ke kuburan sepi dan cuma berdua.
Setiap pergi main, kita selalu mengusahakan untuk lewat daerah ‘pagar baru’. Ya ampun, kangen dengan masa-masa itu.
Tujuh tahun yang lalu saat lagu ‘umbrella-Rihanna’ lagi hits-hits nya, kita tetapkan lagu itu sebagai lagu persahabatan kita. Kita juga dulu suka ‘debat’ karena lirik lagu ‘umbrella’ ini. Kalo dipikir2 sih, liriknya gak ada nyambung-nyambung nya sama persahabatan gitu. Ya tapi (mugkin) biar keren, kita pilih lagu luar negeri gitu.
Perempuan kelahiran 09 April 1995 ini, sayang banget sama keluarga. Uni Ditha punya dua orang adik laki-laki. Adit dan Lutfi. Rasa tanggung jawabnya tinggi. Wajarlah, mungkin memang bawaan sifat anak pertama.
Uni Ditha orang yang baik banget. Sekali kamu berbuat baik sama dia, pasti dia bales kebaikanmu bahkan sepuluh kali lipat. Tapi jangan pernah sakiti hatinya. Sekali kamu menyakiti hatinya, mungkin dia bisa memaafkanmu, tapi ingat dia tidak akan pernah lupa apa yang sudah kamu perbuat kepadanya. Karena memang memaafkan bukan berarti melupakan.
Satu lagi, jangan pernah remehkan dia. Karena kamu gak akan pernah tau kehebatan dia dibalik itu semua.
Uni ditha adalah sahabat yang paling peduli. Dia gak pernah bisa terima kalau sahabatnya disakiti. Dari SMP, Uni selalu mendukung apapun kegiatan Wo Dwi. Saat aku jatuh, terpuruk, Uni selalu ada. Bukan hanya sekadar sebagai seorang teman yang selalu ada, tetapi juga selalu siap menceburkan diri nya ikut masuk ke dalam masalah.
Uni gak pernah bisa terima kalau ada orang yang nyakiti Wo Dwi, Uni akan marah kalo Wo Dwi diremehkan sama orang lain, dan Uni berani maju paling depan untuk membela Wo Dwi. Uni selalu seperti itu dari dulu sampai sekarang -semoga selalu begitu bahkan sampai nanti- -Maaf ya Uni kalau Wo sering merepotkan-
Kalau udah sayang sama orang, Uni Ditha gak akan tanggug-tanggung kasih apresiasi buat orang yang dia sayangi. Entah itu keluarga, sahabat, bahkan orang yang dia suka.
Ingat waktu Uni terima Universitas Airlangga, dan wo belum terima Universitas manapun saat itu? Rasanya bangga dengan Uni. Sesukses apapun Uni, hebatnya Uni gak pernah ngelupain temen. Uni gak pernah tega ninggalin temen sendirian, bahkan saat teman sedang jatuh. Masih ingat jelas di memori, saat itu Uni selalu menyempatkan waktu untuk datang ke rumah. Uni datang membawa sejuta semangat. Semoga Uni selalu seperti itu ya. Selalu peduli dengan orang lain. Karena kebaikan apapun yang Uni lakukan, InsyaAllah akan dibalas dengan kebaikan juga.
Rasanya baru kemarin kita SMP ya Uni. Gak kerasa kita sekarang adalah mahasiswi tingkat akhir yang sedang berjuang dengan skripsi kita masing-masing.
Walaupun kita terpisah jarak Jogja - Surabaya, tapi rasanya gak pernah jauh dari Uni.

Sukses terus ya Uni. Dimanapun berada, semoga Uni selalu bahagia. Kalau ada masalah apapun jangan dipendem sendiri, inget Uni masih punya sahabat dan keluarga untuk berbagi.