Rabu, 19 Oktober 2016

Kenali Apoteker (Part 3) Perbandingan Pendidikan Apoteker di Negara Lain

Pada tulisan sebelumnya saya sudah menjelaskan mengenai Pendidikan Profesi Apoteker di Indonesia. Lalu, bagaimana dengan pendidikan Profesi Apoteker di Negara Lain?

Apoteker atau biasa disebut Pharmacist menempuh lama pendidikan berbeda-beda di tiap negara.

Pendidikan profesi di Amerika dikenal dengan program Doktor Farmasi (PharmD.). Sebelum mengikuti program ini peserta harus sudah lulus program pra-farmasi yang berlangsung selama 2 tahun atau menyelesaikan program bachelor dalam bidang farmasi. Program doktor farmasi berlangsung selama 4 tahun yang terdiri dari perkuliahan dan kerja praktek. Pada tahun pertama hingga tahun ke tiga berisi kuliah sedangkan tahun ke empatnya diisi sepenuhnya dengan kerja praktek lanjut yang dibagi dalam tiga semester (gugur, semi dan panas) dengan beban 36 Sks. Setelah selesai masih harus mengikuti ujian sertifikasi.

Lama pendidikan apoteker di Inggris adalah empat tahun ditambah dengan program preregistrasi yang berlangsung selama satu tahun. Untuk menjalankan layanan kefarmasian apoteker harus mendapatkan lisensi dari the Royal Pharmaceutical Society.

Di Australia lulusan program sarjana farmasi yang memerlukan waktu empat tahun wajib mengikuti kerja praktek yang disupervisi di rumah sakit atau apotek selama 2000 jam atau satu tahun. Setelah selesai kerja praktek mereka harus mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh APEC (Australian Pharmaceutical Examination Council). Materi ujian terdiri dari ujian tertulis pilihan berganda sebanyak 100 soal, 8 soal urain yang harus diselesaikan dalam 3 jam dan wawancara. Peserta ujian yang lulus mendapat sertifikat dan dapat bekerja di apotek atau rumah sakit sebagai apoteker. Sedangkan yang gagal dapat mengikuti ujian lagi pada periode berikutnya. Ketentuan ini berlaku sejak 1 Januari 2006, sedangkan sebelumnya peserta harus mengikuti kerja praktek lagi selama periode tertentu.

Pendidikan profesi apoteker di Belanda berlangsung selama tiga tahun yang terdiri dari 180 sks Eropa (1 sks= 0,7 minggu). Kegiatannya terdiri dari perkuliahan, pembekalan praktis, projek kecil dan penulisan tesis, dan magang di apotek dan di rumah sakit masing-masing 2,5 bulan. Selama magang di rumah sakit ada kegiatan bersama dengan mahasiswa kedokteran. Lulusan program profesi apoteker di Belanda ini adalah Magister Farmasi yang setara dengan PharmD di Amerika.

Mulai tahun 1957, pendidikan farmasi di Thailand berlangsung selama 5 tahun dan lulusannya menjadiBSc.Pharm. Sertifikat profesional diberikan langsung ketika sarjana farmasi tersebut mengajukan permohonan. Keseluruhan program terdiri dari 188 sks dengan ketentuan 1 sks sama dengan 15 x 1 jam kegiatan akademik, ditambah dengan 500 jam kegiatan magang profesional. Subspesialisasi terdiri dari
farmasi rumahsakit dan klinik, farmasi komunitas dan administrasi, farmasi kesehatan masyarakat, teknologi farmasi, dan farmasi risert dan pengembangan. Kecenderungan sekarang mengikuti sistem pendidikan profesi farmasi di Amerika, yaitu farmasi klinik dan dokter farmasi {Doctor of Pharmacy (Pharm.D)}. Adapun lama pendidikannya adalah 6 tahun.

Pendidikan profesi di Malaysia tidak ada. Sarjana farmasi wajib bekerja selama tiga tahun di pemerintah kerajaan baru dapat mengajukan ijin untuk membuka praktek layanan kefarmasian secara mandiri.

Nah, itu beberapa informasi mengenai Pendidikan Profesi Apoteker di Negara Lain. Semoga manfaat 😊😊

19 Oktober 2016
Dwi Ismayati

Kenali Apoteker (Part 2) Bagaimana pendidikan Apoteker - di Indonesia

Setelah membahas tentang sejarah Apoteker dan perbedaannya dengan Dokter. Kali ini saya ingin memperkenalkan Apoteker lebih lanjut.


Sesuai dengan Peraturan Peraturan Pemerintah RI No.51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, disebutkan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apa itu sediaan farmasi?

Menurut pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan (selanjutnya UU Kesehatan) Sediaan Farmasi adalah Obat, Bahan Obat, Obat Tradisional, dan Kosmetika. Lalu, apa perbedaan antara Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian? Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai sarjana farmasi, melanjutkan pendidikan untuk profesi apoteker, dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi/Asisten Apoteker (D3 farmasi) , Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi (SMK Farmasi).

Apoteker dikenal sebagai drug expert yang artinya ahli obat. Untuk menjadi ahli obat. Seorang farmasis tidak main-main dalam hal penentuan obat yang tepat untuk pasien karena menyangkut kehidupan bahkan nyawa pasien. Untuk itu, selama menempuh pendidikan pun seorang apoteker diharuskan untuk teliti.

Seperti yang telah dijelaskan pada tulisan saya sebelumnya bahwa di Indonesia lama pendidikan untuk menjadi Apoteker normalnya adalah 4 tahun (sarjana farmasi) ditambah 1 tahun (profesi apoteker) yang dibagi menjadi 2 semester, dimana selama 1 semester pertama digunakan untuk kuliah menghabiskan teori dan 1 semester selanjutnya untuk PKPA. Sedangkan di luar negeri lama pendidikan apoteker berbeda-beda. Ada yang menetapkan 4 tahun
+ 2 tahun, belum lagi wajib pengabdiannya. *lama pendidikan apoteker luar negeri saya jelaskan di tulisan berikutnya ga 😊

Di Indonesi, tidak semua lulusan farmasi wajib melanjutkan Profesi Apoteker. Boleh hanya sampai sarjana saja sudah boleh bekerja menjadi tenga teknis kefarmasian. Selain itu ada beberapa rekan sejawat saya yang tidak melanjutkan profesi apoteker tetapi justru melanjutkan pendidikan Magister Farmasi (S2 Farmasi). Alasannya karena ingin menjadi seorang peneliti saja. Atau mungkin mereka yang melanjutkan pendidikan S2 terlebih dahulu kemudian setelah lulus baru melanjutkan Profesi Apoteker. Ya, tidak ada yang salah dengan semua itu. Bahkan saya yang sedang mengambil pendidikan Profesi Apoteker saat ini berkeinginan untuk melanjutkan S2 diluar jurusa farmasi. Seperti S2 jurusan Kesehatan Masyarakat atau Manajemen. Alasan saya karena saya ingin menjadi pengusaha, tentunya salah satu nya menjadi pengusaha farmasi. Atau Apoteker yang bekerja di BPOM ingin melanjut pendidikan S2 jurusan hukum untuk menunjang karirnya di tempat kerja.

Nah, itu juga yang membedakan Apoteker dengan jurusan lainnya. Seorang Apoteker boleh melanjutkan pendidikan yang berbeda dari pendidikan sebelumnya, sedangkan seseorang yang bukan lulusan farmasi tidak boleh mengambil jurusan Apoteker ataupun Magister Farmasi (S2 farmasi) kecuali telah menyelesaikan sarjana farmasi terlebih dahulu.

Loh, kenapa apoteker bisa menyeberang jurusan? Iya, karena Pendidikan di dunia Farmasi tidak hanya melulu tentang obat, fisika, kimia, laboratorium dan tikus. Farmasi juga diajarkan bagaimana berbisnis, memahami orang lain, berempati dan lain sebagainya.

Apoteker atau farmasis mempunyai sembilan kemampuan yang wajib dikuasai atau disebut dengan 9 STARS OF PHARMACISTS.
9 stars of pharmacists ini terdiri dari: care giver, decision maker, communicator, manager, leader, life long learner, teacher, research, entrepreneur.

Di Indonesia,  mulai tahun 2017, mahasiswa profesi apoteker selain mengikuti ujian kompre, mereka juga wajib mengikuti UKAI (Uji Kompetensi Apoteker Indonesia). UKAI adalah ujian penentu kelulusan mahasiswa apoteker apakah nilainya dapat memenuhi passing grade untuk lulus dan disumpah menjadi Apoteker. Ya, bisa dibilang seperti Ujian Nasional - nya Apoteker. Jadi, meskipun seorang mahasiswa farmasi memiliki IPK bagus sekalipun, misalnya IPK 3.5 (skala 4) tetapi pada saat UKAI tidak lulus, maka belum bisa disumpah menjadi Apoteker. Solusinya yaitu menunggu semeter angkatan berikutnya untuk mengikuti UKAI (lagi). Karena UKAI ini serentak di seluruh Indonesia. Bahkan dibeberapa Universitas ternama di Indonesia menerapkan kelulusan Apoteker tidak hanya dari UKAI tetapi juga ujian OSCE. OSCE? Yap, ujian yang mirip dengan ujian mahasiswa kedokteran (co-ass).

Jadi untuk menjadi Apoteker tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kompetensi Apoteker utama memang tentang obat, drug expert. Tetapi seorang Apoteker juga dibekali berbagai softskill tambahan.

Selasa, 18 Oktober 2016

Kenali Apoteker (Part 1) - Sejarah Dokter dan Apoteker

Dokter dan Apoteker? Apa bedanya? Dokter adalah asistennya Apoteker? Atau Apoteker yang merupakan asistennya Dokter? Bukan dua-dua nya. Dokter dan Apoteker jelas berbeda. Dokter ahli mendiagnosa penyakit, dan Apoteker ahli tentang obat. Apoteker punya asisten sendiri, namanya Asisten Apoteker (AA) atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Nah, AA atau TTK ini merupakan lulusan-lulusan jurusan farmasi yang meliputi lulusan SMK farmasi, atau D3 farmasi maupun S1 farmasi.

Kembali ke perbedaan Dokter dan Apoteker. Calon dokter setelah lulusan S1 kedokteran maka akan mendapatkan gelar S. Ked (Sarjana Kedokteran) dan wajib melanjutkan pendidikan profesi dokter selama 2 tahun yang biasa kita sebut dengan coass (co-assistant) atau dokter muda. Bagaimana jika sarjana kedokteran tidak melanjutkan profesi dokter dan hanya berhenti sampai sarjana kedokteran? Tentu sarjana kedokteran ini tidak bisa disebut dengan dokter dan tidak diizinkan untuk membuka praktek karena akan dianggap mal praktek. Lalu, bagaimana dengan Apoteker?

Calon Apoteker, setelah lulus S1 farmasi mendapat gelar S. Farm (Sarjana Farmasi) harus melanjutkan pendidikan profesi apoteker selama 1 tahun untuk menjadi Apoteker dan disebut Apoteker muda. Bedanya dengan coass yang selama 2 tahun full praktek langsung di pelayanan kesehatan (rumah sakit), apoteker muda (di Indonesia) hanya menempuh pendidikan selama 1 tahun yang dibagi menjadi 2 semester. Selama 1 semester dihabiskan untuk kuliah teori dan 1 semester untuk praktek yang disebut PKPA (praktek Kerja Profesi Apoteker).
Bedanya lagi dengan dokter, Sarjana farmasi (S. Farm) yang tidak melanjutkan pendidikan apoteker tetap bisa bekerja sebagai Asisten Apoteker (AA) atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK).

Saya ingin sedikit share historis mengenai 2 profesi. Kita sebenarnya dahulu kala adalah 1 profesi, cobalah kita lihat secara sederhana di mesir dikenal seorang ahli medis yang bernama Imhotep, orang yang sangat berkuasa ini sangat ahli dalam mendiagnosa dan juga menyiapkan ramuan untuk yang sakit, hingga kemudian kita menemukan papyrus eber ratusan tahun kemudian yang menulis banyak resep/obat kuno. Lebih sederhana lagi, kita biasa menonton film korea dan kita tahu tentang Dae Jang Geum, di situ kita lihat dia sebagai tabib yang melakukan diagnose dan juga menyediakan obat. Catatan-catatan kuno lain di babilonia dan yunani menunjukkan bahwa dahulu hanya ada 1 profesi sebagai dokter, apoteker, dan bahkan sekaligus sebagai perawat nya juga. Lalu kemudian apa yang terjadi? Di Yunani secara khususnya, kita mengenal Hippocrates yang saat ini diakui sebagai Bapak Kedokteran mengembangkan konsep dasar mengenai ketidakseimbangan tubuh. Konsep tersebut kemudian dikembangkan oleh seorang Yunani yang bernama Galen yang memanfaatkan bahan-bahan alami untuk kembali menyeimbangkan tubuh. Galen ini kemudian membuat klasifikasi sederhana mengenai obat. Ratusan tahun kemudian, Dioscorides mencatat bagaimana efek bahan-bahan alami terhadap tubuh saat dia pergi bersama tentara romawi. Sampai saat itu profesi kesehatan masihlah 1 orang yang mengurus semua, tetapi bisa dilihat mulai ada kecenderungan pengembangan obat-obatan. Lalu dari mana muncul ide pemisahan antara dokter dan apoteker? Di Yunani, terdapat dewa yang dinggap dokter yaitu Asklepios yang dalam gambarannya selalu dibantu anaknya Hygeia yang membawa cawan dan ular. Simbol cawan dan ular inilah yang menjadi simbol apotek yang kita kenal di masa modern. Ide ini berkembang lebih jauh saat tulisan-tulisan yunani ini diterjemahkan ke dalam bahasa arab, seiring dengan peningkatan jumlah penyakit dan semakin banyak pula jumlah tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai obat. Ide mengenai pemisahan profesi ini kemudian disebarkan kembali ke eropa, hingga akhirnya Kaisar Jerman Frederick II di tahun 1200an secara resmi memisahkan antara dokter dan apoteker. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka pembuatan obat pun lebih distandarisasi hingga akhirnya mulai dibentuk industri farmasi. Apoteker tetap bertanggung jawab baik dalam pembuatan obat di industri maupun dalam peracikan dan penyiapan obat di apotek. Jumlah penyakit pun terus meningkat dan begitupula dengan jumlah obat, tantangan baru pun muncul pada tahun 1900an mengenai kontrol penggunaan obat baik di Amerika maupun di Eropa. Oleh karena itu di tahun 1989 mulai diharapkan apoteker-apoteker tidak hanya sekedar menyiapkan obat saja tetapi bisa membantu lebih jauh profesi asalnya dengan melakukan review pemberian obat. Berbagai penelitian dibuat di mana peran apoteker dalam mereview obat dapat mengurangi kejadian yang tidak diinginkan sehingga dapat menyelamatkan pasien.

Dwi Ismayati
18 oktober 2016

Sabtu, 15 Oktober 2016

[A, beliin ini ya a]

“Neng, mau dijemput di mana neng?”
“Di gerbang depan ITB ya, a”

Bukan, bukan pacar saya yang telepon. Suami juga bukan. Teman juga bahkan bukan. Orang yang saya sebut aa itu abang kalau di Jakarta, mas kalau di Yogya. Kok yang jemput ganti-ganti? Iya, karena saya kalau di Bandung atau di kota lainnya selalu minta si aa, abang, dan mas ini buat pergi-pergi antar kesana-kemari. Maklum, karena kendaraan yang bisa saya bawa cuma sepeda, jadi saya selalu mengandalkan aa, abang, dan mas untuk pergi ke manapun. Buat saya, teknologi aa, abang, mas ini membuat mobilisasi saya mudahnya bukan main.

Beberapa bulan kemudian aa, abang, dan mas ini ternyata bisa multitasking! Bukan hanya antar jemput saya, tapi mereka bisa membelikan makanan, tiket bioskop, bahkan bisa bantu pindah kosan! Aa, abang, dan mas ini memang memudahkan urusan mahasiswa banget! Saya hanya butuh akses internet dan semua itu bisa saya dapatkan dengan cepat. Efektif dan efisien apalagi bagi saya yang tidak bisa bawa kendaraan dan benci kemacetan. Terima kasih a, bang, mas.

Tapi… akhir-akhir ini saya kecewa sama mereka. Yah bukan sama mereka sih tepatnya, tapi sama bos mereka. Tebak kenapa? Sekarang si aa bisa antar obat juga! Loh kenapa kecewa? Bagus dong orang sakit jadi bisa teratasi dengan cepat. Oh ya?

_____________________________________________________________________________________________

Apoteker mempunya kewajiban memberikan pelayanan terkait obat.  Siapa makhluk itu? Yang ada di apotek ya? Yang kasi obat terus ngasi kembalian? Kalau yang teman-teman liat itu mungkin asisten apoteker atau mungkin kasir. Kewajiban apoteker di apotek adalah memberikan informasi atau konseling obat kepada masyarakat. Bukan hanya sekedar pasang nama yang dulu jadi adat. Lantas dengan semena-mena minta orang lain ngurusi obat. Alhasil, apoteker dan kasir tidak bisa dibedakan. Dulu? Iya sekarang juga masih, tapi perlahan teman-teman akan melihat papan nama di apotek bukan sekedar papan 😊

Memang, masih banyak apoteker yang kerja di belakang layar dan jarang bertemu dengan masyarakat. Inikah hal yang menyebabkan masalah terkait obat menumpuk di negeri kita? Ketika ahli obat justru tidak memberikan edukasi obat kepada masyarakat. Inikah alasan mengapa  obat palsu marak? Inikah alasan kenapa derajat kesehatan Indonesia meningkat cukup lambat? Dikala apoteker mulai tersadar ada suatu kesalahan yang harus diperbaiki, kok ya ternyata semesta seperti tidak mendukung?

Saya apresiasi munculnya amandemen permenkes terkait pelibatan BPOM dalam pengawasan obat di apotek, saya bahagia sekali melihat begitu gigihnya organisasi profesi apoteker mendorong apoteker untuk selalu ada di apotek, saya lega melihat pasar pramuka sudah digrebek. Berbagai usaha ini jelas dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat. Apoteker ingin bertemu dengan teman-teman semua, melihat wajah kalian secara langsung. Berkomunikasi dua arah dan menyampaikan konseling pengobatan, kapan teman-teman harus minum obat, bagaimana cara menggunakan inhaler, suppositoria, dll, memberi motivasi kepada teman-teman untuk patuh minum obat, memberi jawaban bagi kegalauan teman-teman akan takutnya minum obat atau ragu kapan harus berhenti pakai obat, menjadi kawannya masyarakat. Para apoteker tidak mau lagi melihat masalah obat palsu yang tak kunjung selesai, pembelian antibiotic secara bebas, penyalahgunaan obat. We are attempting something right now. Please say that you also want to make Indonesians’ health better.

Ah, tapi bos si aa ini seperti sedang menghambat usaha para apoteker. Dengan sekali klik, kita bisa melihat berbagai obat bebas dan obat keras terdisplay di layar hp. Masyarakat bisa mengunduh resep dan hanya tinggal menunggu si aa, mas, abang mengantar dengan senyumnya seraya berkata “neng, bintang 5 ya”

Ini kontroversi jadul yang terjadi di dunia. Berbagai Negara telah mempermasalahkan hal ini sejak awal tahun 2000, ada yang melarang namun ada yang tetap mengizinkan pembentukan apotek online dengan syarat-syarat tertentu. Saya tahu sudah ada beberapa teman saya yang mendorong organisasi profesi dan pemerintah untuk menyikapi hal ini dan mencegah terjadinya kemarakan apotek online. Bukannya kami tidak mengikuti perkembangan zaman, menolak inovasi teknologi, atau menolak efisiensi. Ini berbeda dengan tuntutan para ojek konvensional yang harus memaksakan diri beralih mengikuti zaman. Kami berbicara kesehatan. The nature of health is not for sale.

Apotek online dan si bos sebagai mediator berpeluang menjadi fasilitas terjadinya peningkatan penyalahgunaan obat, kerawanan palsunya obat, ketidakpatuhan pasien dan kesalahan penggunaan obat. Cepat bukan jadi poin utama pelayanan kesehatan, safety is. Bagaimana apoteker akan menjamin keamanan pasien jika si empunya sakit tidak bercakap langsung dengan apoteker, bagaimana apoteker memverifikasi kebenaran resep jika resep dapat diunduh seenaknya lewat aplikasi.

Saya masih menunggu janji organisasi profesi yang ingin menyikapi hal ini. Jikapun kita tidak bisa menolak perkembangan teknologi, buatlah sebuah aturan untuk membatasi ruang apotek online agar apoteker dan masyarakat masih dapat menjadi kawan.

Untuk teman-teman sekalian, saya sebagai calon apoteker mungkin belum bisa berbuat banyak. Saya hanya ingin teman-teman lebih aware dengan kondisi yang ada. Walau kita belum melihat apoteker di setiap apotek, namun percayalah apoteker sedang disiapkan menjadi ahli obat bukan hanya yang mengurusi produksi di industri farmasi tapi juga memberikan pelayanan informasi dan konseling obat sebagai tenaga kesehatan. Sekarang saya kembalikan ke teman-teman bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi sebijak mungkin sambil menunggu janji penyikapan ini. Manfaatkan apoteker di sekeliling kalian, dukung perbaikan kesehatan secara menyeluruh.

Saya berharap, ketika teman-teman sedang sakit dan membutuhkan obat, senyum yang teman-teman tunggu bukanlah dari si aa, abang, dan mas; melainkan senyum para apoteker yang memberikan informasi dan konseling obat untuk kalian, senyum manis dan tulusnya apoteker dengan doanya yang mengiringi “terima kasih, kami doakan semoga cepat sembuh”.

Semoga semesta mendukung.

Apoteker Muda?

Apa sih Apoteker Muda itu?

Apoteker muda bukan berarti Apoteker yang masih unyu-unyu, masih bertampang muda, atau bahkan kaya ABG.
Faktanya justru saya menemui beberapa Apoteker Muda malah sedikit berumur, lantas apa yang menjadi dasar dari kata Muda itu sendiri?

Apoteker muda didefinisikan sebagai lulusan Sarjana Farmasi yang sedang menempuh pendidikan profesi Apoteker. Yups, sebelum lulus dan disumpah sebagai Apoteker, para Sarjana Farmasi yang sedang kuliah profesi Apoteker disebut dengan Apoteker Muda.

Hal ini sama saja dengan sarjana kedokteran yang lulus dan menjalani program profesi kedokteran untuk menjadi Dokter. Selama mereka kuliah dan menjalani pendidikan, mereka disebut Dokter Muda atau Co-ass (Co-Asisstant), nah kalo Apoteker Muda disebut PKPA (Praktik Kerja Profesi Apoteker)
Sebagian besar waktu Dokter Muda digunakan untuk berpraktik di Rumah sakit, sedangkan Apoteker Muda terbagi menjadi 6 bulan kuliah teori dan praktik, serta 6 bulan kuliah praktik lapangan yang disebut PKPA.

PKPA bisa berlangsung di Apotek, Rumah sakit, Industri Farmasi, Puskesmas atau Instansi lain yang terkait.

6 bulan pertama, para Apoteker muda belajar mengenai teori-teori yang sifatnya lebih practical dibandingkan S1 yang teoritis. Biasanya ada praktikum problem based learning yang menuntut mahasiswa untuk aktif mencari dan memecahkan masalah secara mandiri.

Jadwal kuliahnya begitu padat. Saya sediri pernah kuliah dari jam 07.00 sampai pulang jam 17.30 non stop, cuman break buat sholat sebentar. Atau bahkan sampai malam hari. Pernah juga kuliah dari hari senin sampai hari minggu full karena ada kuliah tamu dari dosen luar atau pelatihan softskill. Ditambah try out UKAI dan bahasan try out UKAI setiap minggunya yang merupakan kegiatan diluar SKS.

Kalau hanya kuliah saja tidak masalah, tapi yang bikin pusing biasanya adalah seabreg tugas baik individu maupun kelompok yang harus dikerjakan dari setiap mata kuliah. Belum laporan pbl yang tulis tangan.

Nah, ditambah lagi persiapan oral presentation pembuatan systematic review dan seminar proposal pra pkpa. Nantinya bakal nge-lab diluar jam kuliah.

6 bulan kedua, para Apoteker Muda kuliah praktik PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker).  Biasanya PKPA dibagi menjadi beberapa tempat praktek apoteker sesungguhnya seperti PKPA di industri farmasi, di Rumah Sakit, di PBF (Perusahaan Besar Farmasi).

Perjuangan Apoteker muda untuk menjadi apoteker belum selesai sampai disini. setelah PKPA para apoteker muda ini akan di uji dengan ujian kompre. Nah, ada lagi tambahan ujian untuk apoteker muda. Aturan baru mulai tahun 2016, untuk menjadi apoteker,para apoteker muda ini harus lulus UKAI (Uji Kompetensi Apoteker Indonesi). Nah, apalagi tuh UKAI? *nanti dijelasin lebih lanjut tentang UKAI. Gampangnya, UKAI itu kayak UN (Ujian nasional) kalau di SMA. Nah, sekalipun jaman kuliah di profesi apoteker dapet nilai bagus bahkan ipk sempurna sekalipun, ya katakanlah ipk 4.0 (skala 4.0) tapi pada saat UKAI gak lulus. Ya tetap gak akan dianggap lulus dan ga bisa disumpah. Jadi harus menunggu ujian UKAI periode selanjutnya (angkatan selanjutnya, biasanya semester depan). Nah, dibeberapa Universitas bahkan ada yang menambah ujian kompetensi ini tidak hanya UKAI. Selain UKAI, apoteker muda juga harus melewati ujian OSCE. Waduh, apalagi ya OSCE? 😂  *nanti dijelaskan lebih lanjut. Gampangnya OSCE itu kayak ujian setelah koas nya anak-anak kedokteran yang mau jadi dokter.
So, apoteker muda itu belum jadi apoteker nya, tapi masih calon apoteker. Dan apoteker itu gak mesti usia nya muda.

Semoga Manfaat
😉😉
Dwi ismayati modjo
15 oktober 2016

Kamis, 13 Oktober 2016

Ninaya23

Ninaya23

Anggap aja foto bareng non, udah!
Nih, kenalan lebih dekat dengan nona-nona hebat di sampingku. Kalo digabungin jadi nano-nano. Pernah ada pertanyaan, kalian temenan udah berapa lama? Terpisah di beda-beda provinsi? Bisa bertahan sejauh ini? Terus siapa yang duluan pake jilbab? Gimana bisa sampe sekarang ini? Kamu beruntung punya sahabat kayak mereka. Sampe dapet saran 'jangan pernah lepasin temen kayak gini, ma'
Untuk bertahan, semua gak mudah. Usaha buat keep in touch. Sesibuk apapun, ga susah lah sebentar aja nongol di grup. Minimal kasih kabar, kirim foto selfi lagi apa, kasih info terbaru, berita terbaru, bahas hal gajelas sampe bahas hal-hal penting dan kritikal. Atau klo lg sibuuuk bgt, nyimak aja di grup lg bahas apa. Penting taulah kabar temen-temennya. Kuncinya, saling terbuka. Ribut? Pernah aja ribut, selisih paham, ga enakan. Ah, sudahlah itu masalah internal. Cuman gimana caranya kita saling mengerti dan memaafkan.

13 oktober 2016